Rabu, 26 Februari 2014

4

Dengan pinggul bergerak pelan, terus kusetubuhi Zaskia, istri kang Bahar. Payudaranya yang besar nampak bergoyang indah, yang segera kupegangi dan kuremas-remas lembut, terasa sangat empuk dan kenyal sekali saat berada dalam genggaman tanganku.
“Ahh... Mal!” Zaskia mendesah lirih saat kuemut putingnya yang mungil, langsung kujilat dan kuhisap-hisap benda lancip itu sambil terus kugerakkan penisku menelusuri lubang vaginanya. Terasa sangat sempit sekali disana, batangku bagai dicekik dan digigit-gigit secara terus menerus.

“Ehm, Zas...” mendesah keenakan, kugerakkan penisku semakin cepat. Aku sudah akan orgasme saat dikagetkan oleh pintu depan yang terbuka secara tiba-tiba. 
“Ditungguin dari tadi, rupanya mampir disini!” seru suara seorang wanita, yang kuketahui sebagai bu Sofi, istri Pak RT.
“Iya, untung aku lihat sendalnya di luar.” timpal Linda.
Tanpa perlu menoleh, aku sudah bisa menebak siapa mereka. Siapa lagi kalau bukan ibu-ibu arisan yang janjian pesta seks denganku. Ada 4 orang, selain Linda dan bu Sofi, juga ada Inez dan bu Martin. Aku sedikit kecewa karena tidak kulihat Indri disana, padahal dia yang paling kuharap untuk datang. Tapi tak apalah, toh sudah ada Zaskia yang bisa dipakai sebagai pengganti, sama-sama cantik dan berjilbab juga.
“Heh, apa-apaan...” tapi Zaskia yang tidak mengetahui rencana kami, tentu saja langsung gelagapan sambil meloncat bingung. Ia terlihat begitu ketakutan sambil berusaha menutupi badannya yang telanjang dengan pakaian yang bisa ia temukan, jilbabnya yang lebar masih berada di atas kepalanya.
“Tidak apa-apa, tidak apa-apa...” aku berusaha menenangkan, kupeluk tubuh sintalnya sambil kusuruh ibu-ibu untuk diam dengan lirikan mataku.
Bu Sofi yang akan bicara, langsung menutup mulutnya. Keempatnya cuma mengelilingi kami sambil tersenyum ringan.
Zaskia yang masih shock, berusaha berlindung di balik tubuhku. “M-maaf, ini nggak seperti yang ibu kira.” katanya pada bu Sofi, masih salah paham, mengira kedatangan bu Sofi kesini untuk menangkap basah dirinya yang sedang berselingkuh denganku.
“Nggak apa-apa, aku bisa mengerti kok.” sahut bu Sofi. “Yang penting sekarang, aku boleh gabung nggak?” tanyanya sambil tersenyum makin lebar.
Zaskia tidak langsung menjawab, ia berusaha mencerna sebentar kata-kata istri Pak RT tersebut. Setelah ngeh, baru dia menyahut. “M-maksud ibu apa?” tanyanya dengan mimik muka tak percaya.
“Iya, aku mau ikut gabung, begitu juga dengan ibu-ibu yang lain. Rame-rame kita serang si Kemal.” sahut bu Sofi santai. ‘Bener ‘kan ibu-ibu?” tanyanya pada Linda, Inez dan bu Martin yang berdiri di belakangnya. Ketiganya lekas mengangguk secara serempak.
Zaskia kembali terdiam, rencana ini tampak terlalu radikal bagi pikirannya yang lugu. Main denganku saja sudah salah, apalagi rame-rame, mana bisa diterima oleh akal sehatnya. Tapi itu semua segera terhapus begitu aku mengecup pelan bibir tipisnya.
“Sudahlah, santai aja. Kita nikmati aja malam ini,” bisikku sambil menyingkap selimut yang menutupi bagian depan buah dadanya dengan perlahan.
“Tapi,” belum selesai dia berkata, payudaranya yang mengkal dan indah langsung kuremas-remas pelan. “Aihh...” Zaskia jadi merintih dibuatnya, dan diapun menjatuhkan diri ke dalam pelukanku.
“Hihi, jadi resmilah sudah, kita berpesta malam ini!” kata bu Sofi sambil mencopot baju gamisnya dan tersenyum kepadaku, matanya tak lepas memandangi selangkanganku yang masih ngaceng sempurna.
Linda malah bertindak lebih tidak sabaran, ia membuka pakaiannya mendahului bu Sofi. Begitu juga dengan Inez, istri mang Kosim yang sedang hamil muda tersebut menaikkan kakinya ke ranjang kemudian membuka seluruh pakaiannya. Ditambah bu Martin, lengkaplah sudah aku dikerubungi lima bidadari cantik yang semuanya bugil dan telanjang bulat.
“Maaf, Lin. Habisnya aku nunggu lama banget sih. ‘Kan bosen jadinya.” kilahku sambil memandangi kemaluannya, benda itu tampak sudah basah termakan birahi.
“Bu Sofi tuh, pake acara baca tahlil segala, jadi lama deh.” sahut Linda.
Bu Sofi yang tidak mau disalahkan, lekas menukas. “Yang penting kan kita sudah ngumpul. Malah jadi enak... semakin pengen, semakin kita menikmatinya.”
Inez mendukung, “Iya, Lin. Aku sudah nggak sabar nih pengen ngerasain kontol Kemal masuk ke dalam punyaku.” katanya dengan gemas sambil mengusap-usap kemaluannya sendiri.
Sementara bu Martin yang baru pertama kali ini main denganku, sepertinya masih kagok, ia cuma terdiam pasrah sambil meremas-remas payudaranya sendiri. Sedangkan Zaskia yang tetap berada dalam pelukanku, memandang bolak-balik antara aku dan para ibu-ibu, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi disini.
Sepertinya bukan dia saja yang bingung, pembaca pasti juga bingung. Baiklah, sebelum kuteruskan, akan kujelaskan terlebih dahulu. Seperti sudah diketahui, malam ini aku ada janji dengan Linda untuk melakukan pesta seks di rumahnya, bersama para ibu-ibu peserta arisan. Aku bisa melakukannya karena punya ilmu pelet warisan dari kakekku, yang seorang penggali kubur, sama seperti diriku.
Dengan pelet itu, siapapun yang sudah tidur dengan alm. juragan Karta, akan bisa juga kutiduri, tanpa perlu dirayu atau diancam macam-macam. Cukup dengan melihat tanda lingkaran hitam di leher mereka, siapapun orangnya, baik tua ataupun muda, alim seperti Indri ataupun ganjen seperti Linda, semuanya bisa kuajak selingkuh.
Tak terkecuali Zaskia, yang rumahnya tepat berada di sebelah rumah Linda. Aku sedang menunggu arisan bubar saat kulihat istri kang Bahar itu keluar ke pekarangan belakang untuk memberi makan ayam. Dia memergokiku. Tanpa bisa berkutik, akupun keluar dari tempat persembunyian dan berjalan mendekatinya.
Di luar dugaan, saat aku akan menyapa untuk meminta kata maaf, Zaskia tiba-tiba memeluk dan mengajakku untuk masuk ke dalam. Awalnya aku shock juga, tapi setelah mengingat peristiwa dengan Nia tempo hari, aku jadi maklum. Mungkin Zaskia adalah salah satu korban juragan Karta yang tidak kuketahui, sehari-hari kan dia mengenakan jilbab lebar, jadi mana mungkin aku bisa melihat tanda di lehernya.
Begitu dia membuka seluruh bajunya, barulah kutemukan tanda itu, tersembunyi tepat di bawah tulang pipinya. Zaskia sudah akan membuka jilbab lebarnya saat aku melarang, “Jangan, pakai aja. Kamu lebih cantik kalau pake jilbab.” bisikku sambil mulai menciumi pipi dan bibirnya, sementara tanganku dengan gemas bergerilya di tonjolan buah dadanya yang bulat besar. Kupijit dan kuremas-remas benda itu hingga membuat Zaskia mulai merintih kegelian.
“Ahh... Mal, kamu kok nakal sih,” lirihnya.
“Tapi kamu suka ‘kan?” godaku. Sekali lagi kulumat bibir tipisnya sebelum ciumanku turun ke arah buah dadanya. Dengan penuh nafsu kusosor daging kembar itu, kuhisap dan kujilati putingnya yang sudah mengeras tajam berkali-kali.   
“Ahh... iya, Mal. Nggak tahu nih, begitu lihat kamu, aku jadi pengen.” sahutnya, “bahkan sudah seminggu ini aku mimpi tidur sama kamu!” tambahnya.
  
Aku tersenyum, ‘Bukan kamu saja, Zas. Banyak ibu-ibu yang mengalami hal serupa.’ jawabku dalam hati.
Tanpa berkata apa-apa lagi, akupun segera menyetubuhinya. Kujilat sebentar memeknya yang mulus sempurna sebelum kuisi dengan penisku tidak lama kemudian. Zaskia merintih suka, dia memelukku erat sambil menyuruhku untuk kembali mencium dan menjilati puting buah dadanya.
Begitulah, sambil menunggu selesainya acara arisan di rumah Linda, aku bermain-main sebentar dengan Zaskia, istri kang Bahar yang lugu dan alim ini. Kang Bahar sendiri memang tidak ada di rumah, ia ikut suami Linda jadi tukang batu ke kota. Pulang sebulan sekali, jadi pantas saja kalau istrinya jadi kesepian -sama seperti Linda- dan ujung-ujungnya mudah jatuh ke dalam pelukanku.
Sebenarnya, aku tidak berniat memindah tempat pesta ke rumah Zaskia. Rencanaku, sehabis menyetubuhi Zaskia, aku akan pergi ke rumah Linda, menemui para ibu-ibu ganjen yang sudah menunggu kedatanganku. Tapi tak dinyana, tubuh Zaskia ternyata begitu nikmat. Aku jadi suka dan ketagihan. Sehabis orgasme untuk yang pertama, bukannya berhenti, aku  malah minta lagi. Zaskia yang juga ketagihan dengan kejantanan penisku, tentu saja mengabulkannya dengan senang hati.
Jadilah kami memasuki ronde yang kedua, dan sampai acara arisan bubar, kami belum selesai juga. Aku awalnya sudah mengikhlaskan acara pesta seks itu batal, tidak apa-apa karena aku sudah mendapatkan kepuasan dari Zaskia, malah itu yang menurutku paling penting. Tapi nyatanya sekarang, Linda dan ibu-ibu lain hadir di hadapanku, siap mewujudkan fantasi terliar seorang laki-laki sepertiku.
Aku tentu saja menerimanya dengan senang hati, meski tidak tahu nanti kuat apa tidak. Bayangkan, satu lawan lima! Melawan Inez dan Linda saja aku sudah dibuat ketar-ketir, sekarang malah ditambah bu Sofi dan bu Martin, dua wanita cantik setengah baya yang tentunya sudah sangat berpengalaman dalam urusan ranjang. Belum lagi Zaskia, yang meski sudah kubuat orgasme berkali-kali, namun tetap tidak pernah kelihatan bosan.  
“Ayo kita hajar dia.” seru bu Sofi yang tampaknya bertindak sebagai pemimpin. Linda dan Inez segera mendekat, duduk di sebelah kiriku. Sementara bu Martin menempatkan diri di sebelah kanan, bersebelahan dengan Zaskia yang sudah menyingkir dari tubuhku. Tempatnya kini digantikan oleh bu Sofi yang sudah menghambur manja ke dalam pelukanku.
“Ayo, Mal... puaskan aku! Sudah lama aku pengen ngentot sama kamu.” bisiknya sambil mengelus gemas penisku yang masih menegak sempurna. “Kontol gede gini, aku pasti puas nanti.” tambahnya.
Inez dan Linda tertawa mendengarnya. Kuraih dan kupijit-pijit payudara mereka berdua secara bergantian saat bu Sofi mulai menunduk untuk mengulum penisku. “Mbak tambah gemuk aja,” bisikku pada Inez.
“Orang hamil ya gini ini, Mal. Lihat Linda tuh, nggak hamil tapi juga tambah gemuk.” seloroh Inez.
“Bukan gemuk, Mbak. Tapi sintal,” sergah Linda sambil tertawa.
“Ininya yang sintal,” sahutku sambil kembali meremas-remas gemas bulatan payudaranya. “Sama ini juga,” kuturunkan tanganku dan kupijit pelan bukit kemaluannya. Linda melenguh pelan, tapi terlihat menikmatinya.
Zaskia meraih tanganku yang satunya, ia yang masih konak rupanya ingin diperhatikan juga. Kulepas tubuh molek Linda dan segera beralih ke dua wanita cantik yang ada di sebelah kananku. Bu Martin menunduk saat kutatap wajahnya, rupanya dia masih malu. Segera aku mendekat dan menciumnya, kami bertukar bibir sebentar sambil kuremas-remas lembut bulatan payudaranya.
“Jangan sungkan, bu.” kataku. “Ini ‘kan yang ibu cari?” terasa payudaranya begitu empuk dan hangat. Meski terasa agak sedikit kendor, tapi karena berukuran cukup besar, aku jadi suka juga. Terus kupijat dan kuremas-remas sampai akhirnya bu Martin melenguh pelan tak lama kemudian.
“Iya, Mal. Uhh... enak! Terus, Mal...” rintihnya dengan pandangan mulai meredup sayu.
Tapi tentu saja aku tidak mengabulkannya, karena masih ada Zaskia yang dengan sabar menunggu giliran untuk dijamah. Ia membimbing tanganku untuk ditempelkan kembali pada gundukan payudaranya yang bulat menggoda. Diantara semuanya, memang kulihat tubuh Zaskia yang paling menawan. Mungkin karena usianya yang masih muda dan dia juga belum mempunyai anak. Beda dengan ibu-ibu yang lain, yang rata-rata sudah pernah melahirkan.
Di bawah, bu Sofi terus menunduk untuk mengulum dan menghisap penisku. Payudaranya yang besar terasa empuk saat menempel di atas perutku. Sambil memegang dada Zaskia, kuminta bu Sofi untuk menggesek-gesekkannya. Aku ingin merasakan pijatan benda bulat padat itu pada batang kontolku.
”Ada-ada aja kamu, Mal.” sahut bu Sofi, tapi tetap melakukan apa yang kuminta. Sekarang tubuhnya bergerak pelan di atas selankanganku, dengan penisku tepat terjepit di belahan payudaranya yang sintal. Bu Sofi mengocoknya pelan sambil mulutnya terus menjilati ujung penisku yang sesekali menyeruak muncul ke permukaan.
”Ahh...” aku merintih keenakan. Mulutku nyosor menciumi empat wanita cantik yang duduk mengeliling di sebelahku, dimulai dari Zaskia dan berakhir di Linda, sambil tanganku terus memijit dan meremas-remas payudara mereka secara bergantian.
Untuk ciuman, kurasakan Inez yang paling pintar. Lidah dan bibirnya dengan piawai meladeni lumatanku, sambil sesekali menghisap kuat hingga  aku tak kuasa untuk melepasnya. Kalau dipakai untuk mengoral penis, sepertinya bakal nikmat juga. Daripada penasaran, akupun segera menyuruhnya untuk menggantikan tempat bu Sofi.
”Tapi aku masih pengen, Mal.” sergah bu Sofi dengan nada kecewa. Tapi dia langsung terdiam begitu tanganku mulai mengobok-obok dan mengocok liang kemaluannya.
”Gantian, bu.” sahutku. ”Semua pasti pengen juga, benar ’kan?” tanyaku pada wanita yang tersisa. Linda, Zaskia dan bu Martin segera mengangguk mengiyakan.
Di bawah, Inez yang sudah siap di posisi, segera mencaplok dan melahap penisku. Uhh... benar saja, hisapannya memang begitu nikmat. Batangku bagai dipilin dan dipelintir-pelintir di dalam mulutnya. Sungguh sangat luar biasa. Darimana dia belajar teknik seperti itu? Perasaan, terakhir kali aku menidurinya, ia biasa-biasa saja. Nanti ingatkan aku untuk menanyakannya saat kami sudah selesai!
Keenakan, aku langsung menggelinjang sambil melenguh pelan. ”Ahh... Nez!!” kuremas payudara Linda dan bu Martin secara bersamaan sebagai pelampiasan rasa nikmatku, sementara mulutku menjelajahi rongga mulut Zaskia yang sudah menganga sedari tadi dengan begitu rakus. 
Berhimpit dan berdempetan, kami saling memeluk di atas ranjang. Aku yang berada di tengah jadi seperti sansak hidup, terus dihantam dan ditindih oleh tubuh kelimanya secara bergantian. Terutama payudara mereka yang begitu bulat dan empuk, berkali-kali menjejali mulutku, mengisinya dengan puting-puting kemerahan yang sudah menegak dan mengencang sempurna. Aku menghisapnya bergantian, menjilatnya kalau sudah kehabisan nafas, sambil dengan keras berusaha menahan birahi akibat jilitan Inez yang begitu rakus dan nikmat pada batang penisku.    
“Mal, mainin putingku...“ Zaskia maju dan memberikan bulatan payudaranya padaku. Aku segera menghisapnya penuh nafsu sambil kedua tanganku meremas-remas payudara Linda dan bu Martin secara bergantian, sementara bu Sofi untuk sesaat kubiarkan menganggur.
“Jangan diremes-remes terus, Mal... beri aku kontolmu!“ iba Linda yang sepertinya paling tak tahan. Dia kemudian memegang kepalaku, menariknya dari belahan dada Zaskia, dan langsung melumatnya habis hingga tak bersisa.
Meski sangat nikmat, aku merasa kewalahan juga dikeroyok oleh lima wanita nakal seperti mereka. Apalagi di bawah, Inez juga semakin nafsu melumat batangku. Mulutnya yang tipis terus menelan, sambil mengocok-ngocok pelan kalau sudah kecapekan. Di sampingnya, Zaskia tampak menonton sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.  
“Ada apa, Zas?” tanya bu Sofi sambil meremas-remas payudaranya sendiri. Aku yang melihatnya, jadi jatuh iba. Lekas kubantu istri pak RT itu mempermainkan bulatan payudaranya. ”Ahh... Mal!” ia melenguh pelan, kaget tapi suka.
Zaskia yang ditanya jadi sedikit tersentak, seperti baru tersadar dari lamunan. ”Ah, enggak, bu. Saya cuma heran aja, ini mbak Inez kok kaya suka banget sama senjatanya Kemal.” jawabnya ragu.
”Emang kamu nggak suka?” tanya bu Sofi. ”Auw! Mal!” dan langsung menjerit saat kupencet kedua putingnya kuat-kuat.
Aku tertawa, tapi tidak bisa mengelurkan suara karena mulutku masih dipenuhi oleh susu empuk milik Linda dan bu Martin. Kedua wanita cantik itu memintaku untuk menjilati kedua puting mereka secara bergantian. Sambil menghisap pelan, kuperhatikan saat Zaskia menoleh kepadaku dan tersenyum.
”Suka donk! Kalau enggak, buat apa saya repot-repot panggil Kemal buat main ke rumah.” jawabnya.
Inez yang jongkok di bawah tubuhku, melepas kulumannya sejenak dan mendongak. ”Lha itu tahu, kenapa pake tanya segala? Buatku, sehari nggak lihat kontol besar si Kemal, rasanya belum bisa tidur nyenyak!“ sahut Inez  sambil menelan batangku kembali.
Aku yang keenakan, sama sekali tidak menyahuti obrolan mereka. Aku sudah akan mencium lagi payudara Linda dan bu Martin saat kudengar ketukan pelan di pintu depan, ”Eh, ada orang di luar.” bisikku. Kita semua langsung terdiam.
”Zas, coba lihat itu siapa.” perintah bu Sofi pada Zaskia, si pemilik rumah. Ia tampak sedikit jengkel karena kesenangannya terganggu.
Begitu juga dengan Zaskia, dengan ogah-ogahan ia mengenakan dasternya kembali (tanpa daleman) dan merapikan jilbabnya, lalu melangkah malas ke ruang tamu. Kudengar ia berbicara sebentar dengan seseorang, sepertinya anak kecil. Saat kembali, Zaskia menoleh kepada bu Sofi, ”Ibu dicari sama pak RT, mau diajak ke rumah pak Lurah.” katanya.
Bu Sofi dengan menepuk dahinya menyahut, ”Ah, iya. Kita memang ada janji mau bahas dana PNPM mandiri.” Ia lalu menoleh kepadaku, ”Gimana ini, Mal, aku ’kan belum apa-apa?”
Kupeluk dan kukecup dia, ”Sabar, Bu, kapan-kapan kan juga bisa. Lain kali akan kupuaskan ibu, kita main berdua saja.” janjiku.
”Kenapa nggak sekarang aja?” usul Inez yang masih setia menjilati penisku.
”Iya, ’kan cuma bentar. Paling 5 menit juga udah selesai. Aku aja dibikin KO 3 kali sama Kemal, padahal kita cuma main selama 10 menit.” dukung Zaskia.
Aku tersenyum memandangi mereka berdua, ”Kalian nggak iri kalau bu Sofi kuentoti duluan?” tanyaku.
”Enggak, ini ’kan situasinya khusus. Iya ’kan, Lin? Bu Martin?” sahut Ines meminta pendapat pada 2 ibu yang tersisa, yang dari tadi cuma diam menikmati remasan tanganku pada payudara mereka. Linda dan bu Martin mengangguk secara bersamaan.
Bu Sofi yang mengetahui hal itu segera mendorong tubuhku, “Ayo, Mal. Tuh mereka setuju.” desaknya. ”Cepetan, nanti suamiku jadi tambah curiga.” tambahnya.
Aku yang tidak bisa mengelak lagi segera merebahkan diri, kutarik tangan bu Sofi agar menduduki selangkanganku. Dengan tubuhnya yang sintal, dia naik ke atas batangku dan mendudukinya. Pelan ia menekannya hingga batangku melesak masuk seluruhnya, mengisi celah kemaluannya yang agak lebar karena sudah dipakai melahirkan banyak anak.
“Aahh…” tapi meski begitu, tetap saja mampu membuatku melenguh nikmat. Selebar-lebarnya memek, tetap saja nikmat kalau dipakai buat ngebungkus kontol, apalagi kalau yang punya wanita cantik dan seksi macam bu Sofi, siapapun pasti akan ketagihan dibuatnya. Tak terkecuali aku.
Sambil mengelus dan meremas-remas belahan payudaranya, akupun mulai menggoyang naik turun. Kudesak tubuh montok bu Sofi pelan-pelan untuk menggesekkan alat kelamin kami yang sudah bertaut erat hingga jadi terasa lebih nikmat.
”Ahh... enak banget, Mal. Kontol kamu gede! Aku suka...” rintih bu Sofi dengan badan terhentak-hentak keras. Sama sekali tak kukira, di usianya yang sudah hampir mendekati kepala lima, ia masih punya libido begini tinggi.
Terus kutusuk-tusukkan penisku saat Linda mengambil tanganku agar meremas-remas kembali bulatan payudaranya, begitu juga dengan Zaskia yang meminta agar vaginanya kupermainkan. Yang paling parah adalah Inez, dengan tertatih-tatih ia naik ke atas ke atas kepalaku dan menempatkan kemaluannya yang sudah bersemu merah tepat di depan mulutku.
”Jilatin, Mal.” pintanya sambil menggesek-gesekkan benda itu ke dalam mulutku, mau tak mau aku harus mencucup dan menghisapnya kalau mau tetap bisa bernafas.
Jadi begitulah, sambil menyetubuhi bu Sofi, kurangsang juga keempat wanita yang mengelilingiku. Untuk bu Martin yang pemalu, kusuruh agar berjejer dengan Zaskia, kujamah dan kupegang-pegang kemaluannya karena tadi sudah kurasakan bulatan payudaranya yang empuk dan kenyal.
“Ahh, Mal... auhh... shhh... enak! Terus!” rintih mereka secara bergantian.
Di atas tubuhku, bu Sofi mendesis semakin keras manakala kugoyang pinggulku semakin cepat, “Huuh… nikmat banget, Mal. Kenapa nggak dari dulu-dulu kamu melakukannya?!” tanyanya kacau.
“Yah, sapa yang tahu kalau bu Sofi juga pengen.” jawabku. Padahal ini semua akibat dari pelet, kalau dalam kondisi normal, tidak mungkin bu Sofi yang pemilih dan gengsian itu mau sama aku yang dekil ini. Begitu juga dengan ibu-ibu yang lain.
Bu Sofi terus bergerak naik turun dengan begitu bernafsunya, badannya yang sintal tampak mengkilat oleh keringat yang sudah membanjir. Gerakannya semakin lama menjadi semakin cepat. “Ooh... Mal... enak... memekku enak... kontolmu enak...” sahutnya melantur, sudah tidak ingat lagi kehormatan dirinya.
Bu Martin yang melihatnya sampai geleng-geleng kepala, sama sekali tak menyangka kalau bu Sofi yang biasanya sopan dan pendiam bisa menjadi begini liar saat bersetubuh. ”Emang nikmat banget ya?” tanyanya pada Zaskia yang duduk kaku di sebelahnya.
”Eh, iya... ada apa, Bu?” tanya Zaskia gelagapan karena sedari tadi ia melamun menatap penisku yang bergerak keluar masuk dengan cepat di selangkangan bu Sofi.
”Emang punya Kemal nikmat banget ya?” bu Martin mengulangi lagi pertanyaannya.
Zaskia tersenyum, ”Percaya deh, ibu pasti akan dibikin ketagihan nanti.” kata istri kang Bahar itu yang sudah kubikin KO berkali-kali dalam persetubuhan kami yang pertama.
Aku yang mendengarnya ikut mengangguk, ”Sabar, Bu. Ibu pasti akan dapat giliran, saya tidak akan mengecewakan ibu.” sahutku pada bu Martin.
Wanita itu langsung menunduk malu dengan muka memerah, ”Ah, kamu bisa aja, Mal.” lirihnya. Semua ibu-ibu tertawa, kecuali bu Sofi karena dia sudah hampir mencapai puncak.
”Terus, Mal! Arghhh... aku sudah hampir sampai.” rintihnya.
Terus kugenjot pinggulku semakin cepat hingga tak lama kemudian kurasakan dinding-dinding memek bu Sofi berkedut pelan. Bersamaan dengan itu, sebuah semprotan keras terasa menghantam ujung penisku. Aku tidak bisa bergerak kemana-mana karena di atas mukaku, Inez ternyata juga mengalami hal yang sama. Rupanya cukup dengan jilatan, aku sudah bisa mengantarnya ke nikmatnya orgasme yang pertama.
”Hah... hh...” aku bernafas terengah-engah karena diguyur atas dan bawah. Mukaku  basah oleh cairan cinta, begitu juga dengan bagian selangkanganku. Saat bu Sofi menarik lepas pinggulnya, cairan itupun tumpah ruah ke sprei milik Zaskia.
”Haduh, bakal repot nih nyucinya.” kata perempuan cantik berjilbab itu pura-pura marah.
Bu Sofi menoleh kepadanya dan tersenyum malu, ”Maaf, Zas. Habis kontol si Kemal nikmat banget sih, salahkan dia tuh.” kilahnya.
”Sudah-sudah,” Linda berusaha menengahi, dia dengan pintarnya mengambil alih selangkanganku dari bu Sofi. Sekarang dia sibuk berusaha memasukkan penisku ke dalam lubang memeknya.
”Eh, siapa yang nyuruh kamu dapat giliran kedua?” Inez memprotes.
”Mbak kan udah dapet tadi, sedangkan aku belum,” jawab Linda. ”Arghhh...” dan dia langsung melenguh saat penisku berhasil mengisi dan menerobos liang kemaluannya.
Karena tidak ada yang memprotes lagi, akupun segera menggenjot tubuh sintal Linda. Bagiku, tidak masalah siapa yang kedua atau ketiga, yang penting aku dapat memek ibu-ibu cantik ini. Di kaki ranjang, kulihat bu Sofi dengan tertatih-tatih berusaha mengenakan pakaiannya kembali. Setelah mematut diri di cermin dan meyakinkan kalau sudah cukup rapi, iapun pamit.
”Aku pergi dulu, ya...” katanya pada bu Martin, ”nanti ceritakan padaku semuanya saat di rumah,” pesennya, rumah mereka memang bersebelahan. Keduanya terlihat cukup akrab. Aku jadi curiga, jangan-jangan pas digarap juragan Karta, mereka juga berdua seperti sekarang...
Bu Martin mengangguk mengiyakan dan membiarkan sahabatnya itu pergi. Selepas kepulangan bu Sofi, kembali aku berkonsentrasi pada Linda yang dengan asyiknya terus naik turun di atas tubuhku. Payudaranya segera kupegang dan kuremas-remas, sementara putingnya yang mungil kemerahan kupilin dan kupijit-pijit ringan. Ulahku itu ternyata sangat dinikmati oleh Linda, terbukti dia bisa meraih klimaksnya tak lama kemudian.
“Mal… auhh!” Linda menjerit dan merintih pelan saat cairan cinta tumpah dari dalam liang memeknya.
“Ambil nafas, Lin...“ kuberikan waktu kepadanya untuk menikmati saat-saat nikmat itu, kuhentikan sejenak gerakan pinggulku. Kami berpelukan dengan bibir Linda mengecup mulutku, melumatnya pelan.
”Terima kasih, Mal. Enak banget!” ia berbisik.
Aku mengangguk, ”Sama-sama, tubuhmu juga nikmat.” Kuremas payudaranya sekali lagi sebelum kusuruh dia untuk menyingkir. Masih ada 3 wanita lagi yang menunggu untuk kusentuh.
Inez berpandangan dengan bu Martin. Dari lirikan mata mereka, aku bisa menebak kalau Inez yang bakal mendapatkan giliran selanjutnya. Karena capek berada di bawah, akupun bangkit. Kusuruh Inez untuk ganti berbaring.
”Pelan-pelan, Mal.” ia mengingatkan saat aku mulai menindih tubuh sintalnya. Inez tidak ingin aku menyakiti kandungannya yang masih berusia muda.
”Iya,” aku mengangguk mengerti. Dengan cepat kutusukkan penisku untuk menghajar memeknya yang sempit memerah. Crooop!!!
”Auw, Mal!” Inez menjerit, tubuhnya sedikit melengkung, tapi tidak sampai melepaskan kedua alat kelamin kami yang sudah bertaut erat. “Pelan-pelan, Mal!” ia kembali mengingatkan.
Kukecup bibirnya saat mulai menggoyangkan pinggul. Kuremas-remas belahan payudaranya sementara penisku bergerak semakin cepat mengocok liang vaginanya. Zaskia dan bu Martin yang masih menganggur, kusuruh untuk mendekat. Kulumat bibir mereka berdua secara bergantian. Sementara itu, Linda yang kecapekan kubiarkan berbaring di sebelahku.
Sama seperti Linda, Inez juga tidak dapat bertahan lama. Ia mencapai puncak tak lama kemudian. Setelah menyingkirkan tubuhnya, lekas kutarik tubuh montok bu Martin ke dalam pelukanku. Zaskia kelihatan ingin protes, tapi setelah kukatan kalau akan kusemprotkan pejuhku ke dalam liang memeknya, iapun terdiam dan mau menungguku dengan sabar.
Kubaringkan tubuh bu Martin menggantikan posisi Inez. Ia yang masih malu-malu, diam saja dengan semua perlakuanku. Aslinya mungkin dia sangat pendiam. Kena peletku saja dia masih seperti ini, apalagi di kehidupan sehari-hari. Beda dengan ibu-ibu lain yang langsung berubah total begitu kena. Bu Martin cuma menurut dan pasrah saja, tanpa meminta atau memohon yang aneh-aneh saat bersetubuh denganku. Mungkin baginya yang penting dapat merasakan penisku dan mendapatkan nikmat darinya, itu sudah lebih dari cukup.   
Kalau seperti itu, aku jadi gampang. Tanpa perlu teknik yang aneh-aneh, sudah bisa kuantar dia menuju gerbang orgasmenya. Tak lama, tak lebih dari 5 menit, memeknya sudah menyemprotkan cairan cinta yang amat banyak.
Zaskia yang melihatnya, segera berseru gembira, ”Asyik, berarti sekarang giliranku!” Ia segera mendorong tubuh bu Martin agar sedikit bergeser. ”Bener ya, Mal... semprot aku sama pejuhmu!” pintanya. Sungguh terlihat sangat aneh, wanita cantik berjilbab seperti dia bisa ngomong jorok seperti itu.
Namun itu justru makin membuatku bergairah. Aku yang juga sudah tak tahan, segera menusukkan penis untuk menyetubuhinya. Dalam hati aku sedikit was-was, ’Kuat nggak ya aku nanti...” secara penisku sudah dipakai menyetubuhi 4 wanita, dan spermaku rasanya sudah ada di ujung. Apalagi memek Zaskia adalah yang ternikmat di antara semuanya karena masih sempit dan legit akibat belum pernah melahirkan. Sepertinya aku harus berjuang keras untuk menaklukkannya kalau tidak mau dikatakan besar mulut.
”Ahh... enak banget, Mal! Rasanya nggak ada bosan-bosannya main sama kamu...” rengek Zaskia sambil meremas-remas payudaranya sendiri.
Aku sama sekali tidak menyahut karena sibuk berkonsentrasi menahan gairahku yang rasanya seperti sudah berada di ubun-ubun. Inez yang melihatnya, segera berbisik pada Linda. ”Eh, si Kemal mau muncrat tuh.” katanya.
”Ah, benarkah?” tanya Linda balik, dia tersenyum saat melihat mukaku yang sudah memerah tak karuan.
”Jangan dulu, Mal. Aku ’kan belum apa-apa...” rengek Zaskia, tidak ingin kukecewakan.
”Tenang aja, Zas. Aku masih kuat kok,” kataku untuk menyemangati diri sendiri.
”Tapi kamu hebat lho, Mal, udah ngalahin kami bertiga.” seru Linda.
”Iya, suamiku aja belum tentu bisa berbuat seperti itu.” timpal Inez.
Bu Martin ikut mengangguk tanpa suara, ikut memberikan dukungan kepadaku.
Tersenyum kepada mereka, aku pun menyetubuhi Zaskia dengan lebih bersemangat. Aku yakin, aku juga akan bisa mengalahkannya.
”Iyah... begitu, Mal! Ughh... enak!” rintih istri kang Bahar itu menikmati tusukan penisku. Payudaranya yang masih tampak sempurna bergoyang-goyang indah, yang segera kupegang dan kuremas-remas pelan. Rasanya lain dari punya Inez ataupun Linda, apalagi milik bu Sofi dan bu Martin yang sudah mulai kendor. Payudara Zaskia terasa begitu kaku dan padat, khas milik anak remaja yang baru menikah. Menyetubuhinya bagai menikmati tubuh perawan saja, bedanya; tanpa adanya bercak darah di liang vagina.
Tubuh Zaskia makin bergetar saat kutusukkan penisku semakin keras, dan apa yang kunanti akhirnya tiba juga. Dinding-dinding memeknya terasa berkedut pelan meremas batang penisku, aku yang tahu, segera menusukkannya semakin dalam.
”Auw!” Zaskia merintih lirih. Bersamaan dengan itu, menyemburlah cairan cinta dari liang senggamanya. Aku terus menggenjot tubuh sintalnya karena aku sendiri juga merasa hampir mencapai klimaks.
”Zas, aku keluar... ahh!” lenguhku sambil menciumi pipi dan lehernya. Dari batang penisku, meledak cairan mani yang sangat banyak, mengisi liang rahim Zaskia hingga jadi begitu basah dan penuh.
Kami berpelukan berdua untuk sejenak. Kuciumi buah dada Zaskia sambil kuremas-remas pelan benda bulat itu. Linda dan Inez mendekat, begitu juga dengan bu Martin.
”Masih kuat, Mal?” kata Inez kepadaku.
Aku menoleh, ”Mbak mau lagi?” tanyaku. Bisa gawat kalau mereka nagih lagi, bisa-bisa kontolku patah kalau dipakai secara terus-menerus.
”Bukan hanya Inez, aku dan bu Martin juga mau.” sergah Linda.
Waduh-waduh, gimana nih?
Belum sempat aku berpikir, Linda sudah menunduk untuk melumat bibir tebalku. ”Ayolah, Mal. Aku yakin kamu juga pengen lagi.” bisiknya.
’Pengen sih pengen, tapi kasih aku waktu buat istirahat donk!!!’ jeritku dalam hati.
Saat itulah, mungkin karena kepepet, terbersit ide di kepalaku. ”Iya gampang, tapi ada syaratnya...” kataku.
          
“Apa syaratnya?” tanya Linda dengan gemas, tampak sudah mulai tidak sabar.
”Ajak kesini satu orang lagi...” perintahku.
”Siapa?” kali ini Inez yang bertanya. Matanya langsung melotot begitu mendengar nama yang kusebutkan. ”Gila kamu!” ia berkomentar. Begitu juga dengan Linda dan bu Martin. Hanya Zaskia yang tersenyum, mungkin karena tahu kalau permintaanku itu tidak sulit untuk dipenuhi.