Dengan
pinggul bergerak pelan, terus kusetubuhi Zaskia, istri kang Bahar. Payudaranya
yang besar nampak bergoyang indah, yang segera kupegangi dan kuremas-remas
lembut, terasa sangat empuk dan kenyal sekali saat berada dalam genggaman
tanganku.
“Ahh...
Mal!” Zaskia mendesah lirih saat kuemut putingnya yang mungil, langsung kujilat
dan kuhisap-hisap benda lancip itu sambil terus kugerakkan penisku menelusuri
lubang vaginanya. Terasa sangat sempit sekali disana, batangku bagai dicekik
dan digigit-gigit secara terus menerus.
“Ehm,
Zas...” mendesah keenakan, kugerakkan penisku semakin cepat. Aku sudah akan
orgasme saat dikagetkan oleh pintu depan yang terbuka secara tiba-tiba.
“Ditungguin
dari tadi, rupanya mampir disini!” seru suara seorang wanita, yang kuketahui
sebagai bu Sofi, istri Pak RT.
“Iya,
untung aku lihat sendalnya di luar.” timpal Linda.
Tanpa
perlu menoleh, aku sudah bisa menebak siapa mereka. Siapa lagi kalau bukan
ibu-ibu arisan yang janjian pesta seks denganku. Ada 4 orang, selain Linda dan
bu Sofi, juga ada Inez dan bu Martin. Aku sedikit kecewa karena tidak kulihat
Indri disana, padahal dia yang paling kuharap untuk datang. Tapi tak apalah,
toh sudah ada Zaskia yang bisa dipakai sebagai pengganti, sama-sama cantik dan
berjilbab juga.
“Heh,
apa-apaan...” tapi Zaskia yang tidak mengetahui rencana kami, tentu saja
langsung gelagapan sambil meloncat bingung. Ia terlihat begitu ketakutan sambil
berusaha menutupi badannya yang telanjang dengan pakaian yang bisa ia temukan,
jilbabnya yang lebar masih berada di atas kepalanya.
“Tidak
apa-apa, tidak apa-apa...” aku berusaha menenangkan, kupeluk tubuh sintalnya
sambil kusuruh ibu-ibu untuk diam dengan lirikan mataku.
Bu
Sofi yang akan bicara, langsung menutup mulutnya. Keempatnya cuma mengelilingi
kami sambil tersenyum ringan.
Zaskia
yang masih shock, berusaha berlindung di balik tubuhku. “M-maaf, ini nggak
seperti yang ibu kira.” katanya pada bu Sofi, masih salah paham, mengira
kedatangan bu Sofi kesini untuk menangkap basah dirinya yang sedang
berselingkuh denganku.
“Nggak
apa-apa, aku bisa mengerti kok.” sahut bu Sofi. “Yang penting sekarang, aku
boleh gabung nggak?” tanyanya sambil tersenyum makin lebar.
Zaskia
tidak langsung menjawab, ia berusaha mencerna sebentar kata-kata istri Pak RT
tersebut. Setelah ngeh, baru dia
menyahut. “M-maksud ibu apa?” tanyanya dengan mimik muka tak percaya.
“Iya,
aku mau ikut gabung, begitu juga dengan ibu-ibu yang lain. Rame-rame kita
serang si Kemal.” sahut bu Sofi santai. ‘Bener ‘kan ibu-ibu?” tanyanya pada
Linda, Inez dan bu Martin yang berdiri di belakangnya. Ketiganya lekas
mengangguk secara serempak.
Zaskia
kembali terdiam, rencana ini tampak terlalu radikal bagi pikirannya yang lugu.
Main denganku saja sudah salah, apalagi rame-rame, mana bisa diterima oleh akal
sehatnya. Tapi itu semua segera terhapus begitu aku mengecup pelan bibir
tipisnya.
“Sudahlah,
santai aja. Kita nikmati aja malam ini,” bisikku sambil menyingkap selimut yang
menutupi bagian depan buah dadanya dengan perlahan.
“Tapi,”
belum selesai dia berkata, payudaranya yang mengkal dan indah langsung
kuremas-remas pelan. “Aihh...” Zaskia jadi merintih dibuatnya, dan diapun
menjatuhkan diri ke dalam pelukanku.
“Hihi,
jadi resmilah sudah, kita berpesta malam ini!” kata bu Sofi sambil mencopot baju
gamisnya dan tersenyum kepadaku, matanya tak lepas memandangi selangkanganku
yang masih ngaceng sempurna.
Linda
malah bertindak lebih tidak sabaran, ia membuka pakaiannya mendahului bu Sofi.
Begitu juga dengan Inez, istri mang Kosim yang sedang hamil muda tersebut menaikkan
kakinya ke ranjang kemudian membuka seluruh pakaiannya. Ditambah bu Martin,
lengkaplah sudah aku dikerubungi lima bidadari cantik yang semuanya bugil dan
telanjang bulat.
“Maaf,
Lin. Habisnya aku nunggu lama banget sih. ‘Kan bosen jadinya.” kilahku sambil
memandangi kemaluannya, benda itu tampak sudah basah termakan birahi.
“Bu
Sofi tuh, pake acara baca tahlil segala, jadi lama deh.” sahut Linda.
Bu
Sofi yang tidak mau disalahkan, lekas menukas. “Yang penting kan kita sudah
ngumpul. Malah jadi enak... semakin pengen, semakin kita menikmatinya.”
Inez
mendukung, “Iya, Lin. Aku sudah nggak sabar nih pengen ngerasain kontol Kemal
masuk ke dalam punyaku.” katanya dengan gemas sambil mengusap-usap kemaluannya
sendiri.
Sementara
bu Martin yang baru pertama kali ini main denganku, sepertinya masih kagok, ia
cuma terdiam pasrah sambil meremas-remas payudaranya sendiri. Sedangkan Zaskia
yang tetap berada dalam pelukanku, memandang bolak-balik antara aku dan para
ibu-ibu, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi disini.
Sepertinya
bukan dia saja yang bingung, pembaca pasti juga bingung. Baiklah, sebelum
kuteruskan, akan kujelaskan terlebih dahulu. Seperti sudah diketahui, malam ini
aku ada janji dengan Linda untuk melakukan pesta seks di rumahnya, bersama para
ibu-ibu peserta arisan. Aku bisa melakukannya karena punya ilmu pelet warisan
dari kakekku, yang seorang penggali kubur, sama seperti diriku.
Dengan
pelet itu, siapapun yang sudah tidur dengan alm. juragan Karta, akan bisa juga
kutiduri, tanpa perlu dirayu atau diancam macam-macam. Cukup dengan melihat
tanda lingkaran hitam di leher mereka, siapapun orangnya, baik tua ataupun
muda, alim seperti Indri ataupun ganjen seperti Linda, semuanya bisa kuajak
selingkuh.
Tak
terkecuali Zaskia, yang rumahnya tepat berada di sebelah rumah Linda. Aku
sedang menunggu arisan bubar saat kulihat istri kang Bahar itu keluar ke
pekarangan belakang untuk memberi makan ayam. Dia memergokiku. Tanpa bisa
berkutik, akupun keluar dari tempat persembunyian dan berjalan mendekatinya.
Di
luar dugaan, saat aku akan menyapa untuk meminta kata maaf, Zaskia tiba-tiba
memeluk dan mengajakku untuk masuk ke dalam. Awalnya aku shock juga, tapi
setelah mengingat peristiwa dengan Nia tempo hari, aku jadi maklum. Mungkin
Zaskia adalah salah satu korban juragan Karta yang tidak kuketahui, sehari-hari
kan dia mengenakan jilbab lebar, jadi mana mungkin aku bisa melihat tanda di
lehernya.
Begitu
dia membuka seluruh bajunya, barulah kutemukan tanda itu, tersembunyi tepat di
bawah tulang pipinya. Zaskia sudah akan membuka jilbab lebarnya saat aku
melarang, “Jangan, pakai aja. Kamu lebih cantik kalau pake jilbab.” bisikku
sambil mulai menciumi pipi dan bibirnya, sementara tanganku dengan gemas
bergerilya di tonjolan buah dadanya yang bulat besar. Kupijit dan kuremas-remas
benda itu hingga membuat Zaskia mulai merintih kegelian.
“Ahh...
Mal, kamu kok nakal sih,” lirihnya.
“Tapi
kamu suka ‘kan?” godaku. Sekali lagi kulumat bibir tipisnya sebelum ciumanku
turun ke arah buah dadanya. Dengan penuh nafsu kusosor daging kembar itu,
kuhisap dan kujilati putingnya yang sudah mengeras tajam berkali-kali.
“Ahh...
iya, Mal. Nggak tahu nih, begitu lihat kamu, aku jadi pengen.” sahutnya,
“bahkan sudah seminggu ini aku mimpi tidur sama kamu!” tambahnya.
Aku
tersenyum, ‘Bukan kamu saja, Zas. Banyak ibu-ibu yang mengalami hal serupa.’
jawabku dalam hati.
Tanpa
berkata apa-apa lagi, akupun segera menyetubuhinya. Kujilat sebentar memeknya
yang mulus sempurna sebelum kuisi dengan penisku tidak lama kemudian. Zaskia
merintih suka, dia memelukku erat sambil menyuruhku untuk kembali mencium dan
menjilati puting buah dadanya.
Begitulah,
sambil menunggu selesainya acara arisan di rumah Linda, aku bermain-main
sebentar dengan Zaskia, istri kang Bahar yang lugu dan alim ini. Kang Bahar
sendiri memang tidak ada di rumah, ia ikut suami Linda jadi tukang batu ke
kota. Pulang sebulan sekali, jadi pantas saja kalau istrinya jadi kesepian
-sama seperti Linda- dan ujung-ujungnya mudah jatuh ke dalam pelukanku.
Sebenarnya,
aku tidak berniat memindah tempat pesta ke rumah Zaskia. Rencanaku, sehabis
menyetubuhi Zaskia, aku akan pergi ke rumah Linda, menemui para ibu-ibu ganjen
yang sudah menunggu kedatanganku. Tapi tak dinyana, tubuh Zaskia ternyata begitu
nikmat. Aku jadi suka dan ketagihan. Sehabis orgasme untuk yang pertama,
bukannya berhenti, aku malah minta lagi.
Zaskia yang juga ketagihan dengan kejantanan penisku, tentu saja mengabulkannya
dengan senang hati.
Jadilah
kami memasuki ronde yang kedua, dan sampai acara arisan bubar, kami belum
selesai juga. Aku awalnya sudah mengikhlaskan acara pesta seks itu batal, tidak
apa-apa karena aku sudah mendapatkan kepuasan dari Zaskia, malah itu yang
menurutku paling penting. Tapi nyatanya sekarang, Linda dan ibu-ibu lain hadir
di hadapanku, siap mewujudkan fantasi terliar seorang laki-laki sepertiku.
Aku
tentu saja menerimanya dengan senang hati, meski tidak tahu nanti kuat apa
tidak. Bayangkan, satu lawan lima! Melawan Inez dan Linda saja aku sudah dibuat
ketar-ketir, sekarang malah ditambah bu Sofi dan bu Martin, dua wanita cantik
setengah baya yang tentunya sudah sangat berpengalaman dalam urusan ranjang.
Belum lagi Zaskia, yang meski sudah kubuat orgasme berkali-kali, namun tetap
tidak pernah kelihatan bosan.
“Ayo
kita hajar dia.” seru bu Sofi yang tampaknya bertindak sebagai pemimpin. Linda
dan Inez segera mendekat, duduk di sebelah kiriku. Sementara bu Martin
menempatkan diri di sebelah kanan, bersebelahan dengan Zaskia yang sudah
menyingkir dari tubuhku. Tempatnya kini digantikan oleh bu Sofi yang sudah
menghambur manja ke dalam pelukanku.
“Ayo,
Mal... puaskan aku! Sudah lama aku pengen ngentot sama kamu.” bisiknya sambil
mengelus gemas penisku yang masih menegak sempurna. “Kontol gede gini, aku
pasti puas nanti.” tambahnya.
Inez
dan Linda tertawa mendengarnya. Kuraih dan kupijit-pijit payudara mereka berdua
secara bergantian saat bu Sofi mulai menunduk untuk mengulum penisku. “Mbak
tambah gemuk aja,” bisikku pada Inez.
“Orang
hamil ya gini ini, Mal. Lihat Linda tuh, nggak hamil tapi juga tambah gemuk.”
seloroh Inez.
“Bukan
gemuk, Mbak. Tapi sintal,” sergah Linda sambil tertawa.
“Ininya
yang sintal,” sahutku sambil kembali meremas-remas gemas bulatan payudaranya.
“Sama ini juga,” kuturunkan tanganku dan kupijit pelan bukit kemaluannya. Linda
melenguh pelan, tapi terlihat menikmatinya.
Zaskia
meraih tanganku yang satunya, ia yang masih konak rupanya ingin diperhatikan
juga. Kulepas tubuh molek Linda dan segera beralih ke dua wanita cantik yang
ada di sebelah kananku. Bu Martin menunduk saat kutatap wajahnya, rupanya dia
masih malu. Segera aku mendekat dan menciumnya, kami bertukar bibir sebentar
sambil kuremas-remas lembut bulatan payudaranya.
“Jangan
sungkan, bu.” kataku. “Ini ‘kan yang ibu cari?” terasa payudaranya begitu empuk
dan hangat. Meski terasa agak sedikit kendor, tapi karena berukuran cukup
besar, aku jadi suka juga. Terus kupijat dan kuremas-remas sampai akhirnya bu
Martin melenguh pelan tak lama kemudian.
“Iya,
Mal. Uhh... enak! Terus, Mal...” rintihnya dengan pandangan mulai meredup sayu.
Tapi
tentu saja aku tidak mengabulkannya, karena masih ada Zaskia yang dengan sabar
menunggu giliran untuk dijamah. Ia membimbing tanganku untuk ditempelkan kembali
pada gundukan payudaranya yang bulat menggoda. Diantara semuanya, memang
kulihat tubuh Zaskia yang paling menawan. Mungkin karena usianya yang masih
muda dan dia juga belum mempunyai anak. Beda dengan ibu-ibu yang lain, yang
rata-rata sudah pernah melahirkan.
Di
bawah, bu Sofi terus menunduk untuk mengulum dan menghisap penisku. Payudaranya yang besar terasa empuk saat menempel di atas perutku. Sambil
memegang dada Zaskia, kuminta bu Sofi untuk menggesek-gesekkannya. Aku ingin
merasakan pijatan benda bulat padat itu pada batang kontolku.
”Ada-ada
aja kamu, Mal.” sahut bu Sofi, tapi tetap melakukan apa yang kuminta. Sekarang
tubuhnya bergerak pelan di atas selankanganku, dengan penisku tepat terjepit di
belahan payudaranya yang sintal. Bu Sofi mengocoknya pelan sambil mulutnya
terus menjilati ujung penisku yang sesekali menyeruak muncul ke permukaan.
”Ahh...”
aku merintih keenakan. Mulutku nyosor menciumi empat wanita cantik yang duduk
mengeliling di sebelahku, dimulai dari Zaskia dan berakhir di Linda, sambil
tanganku terus memijit dan meremas-remas payudara mereka secara bergantian.
Untuk
ciuman, kurasakan Inez yang paling pintar. Lidah dan bibirnya dengan piawai
meladeni lumatanku, sambil sesekali menghisap kuat hingga aku tak kuasa untuk melepasnya. Kalau dipakai
untuk mengoral penis, sepertinya bakal nikmat juga. Daripada penasaran, akupun
segera menyuruhnya untuk menggantikan tempat bu Sofi.
”Tapi
aku masih pengen, Mal.” sergah bu Sofi dengan nada kecewa. Tapi dia langsung
terdiam begitu tanganku mulai mengobok-obok dan mengocok liang kemaluannya.
”Gantian,
bu.” sahutku. ”Semua pasti pengen juga, benar ’kan?” tanyaku pada wanita yang
tersisa. Linda, Zaskia dan bu Martin segera mengangguk mengiyakan.
Di
bawah, Inez yang sudah siap di posisi, segera mencaplok dan melahap penisku.
Uhh... benar saja, hisapannya memang begitu nikmat. Batangku bagai dipilin dan
dipelintir-pelintir di dalam mulutnya. Sungguh sangat luar biasa. Darimana dia
belajar teknik seperti itu? Perasaan, terakhir kali aku
menidurinya, ia biasa-biasa saja. Nanti ingatkan aku untuk menanyakannya saat kami
sudah selesai!
Keenakan,
aku langsung menggelinjang sambil melenguh pelan. ”Ahh... Nez!!” kuremas
payudara Linda dan bu Martin secara bersamaan sebagai pelampiasan rasa
nikmatku, sementara mulutku menjelajahi rongga mulut Zaskia yang sudah menganga
sedari tadi dengan begitu rakus.
Berhimpit
dan berdempetan, kami saling memeluk di atas ranjang. Aku yang berada di tengah
jadi seperti sansak hidup, terus dihantam dan ditindih oleh tubuh kelimanya
secara bergantian. Terutama payudara mereka yang begitu bulat dan empuk,
berkali-kali menjejali mulutku, mengisinya dengan puting-puting kemerahan yang
sudah menegak dan mengencang sempurna. Aku menghisapnya bergantian, menjilatnya
kalau sudah kehabisan nafas, sambil dengan keras berusaha menahan birahi akibat
jilitan Inez yang begitu rakus dan nikmat pada batang penisku.
“Mal,
mainin putingku...“ Zaskia maju dan memberikan bulatan payudaranya padaku. Aku
segera menghisapnya penuh nafsu sambil kedua tanganku meremas-remas payudara
Linda dan bu Martin secara bergantian, sementara bu Sofi untuk sesaat kubiarkan
menganggur.
“Jangan
diremes-remes terus, Mal... beri aku kontolmu!“ iba Linda yang sepertinya
paling tak tahan. Dia kemudian memegang kepalaku, menariknya dari belahan dada Zaskia,
dan langsung melumatnya habis hingga tak bersisa.
Meski
sangat nikmat, aku merasa kewalahan juga dikeroyok oleh lima wanita nakal
seperti mereka. Apalagi di bawah, Inez juga semakin nafsu melumat batangku.
Mulutnya yang tipis terus menelan, sambil mengocok-ngocok pelan kalau sudah
kecapekan. Di sampingnya, Zaskia tampak menonton sambil membelalakkan matanya
lebar-lebar.
“Ada
apa, Zas?” tanya bu Sofi sambil meremas-remas payudaranya sendiri. Aku yang melihatnya,
jadi jatuh iba. Lekas kubantu istri pak RT itu mempermainkan bulatan
payudaranya. ”Ahh... Mal!” ia melenguh pelan, kaget tapi suka.
Zaskia
yang ditanya jadi sedikit tersentak, seperti baru tersadar dari lamunan. ”Ah,
enggak, bu. Saya cuma heran aja, ini mbak Inez kok kaya suka banget sama
senjatanya Kemal.” jawabnya ragu.
”Emang
kamu nggak suka?” tanya bu Sofi. ”Auw! Mal!” dan langsung menjerit saat
kupencet kedua putingnya kuat-kuat.
Aku
tertawa, tapi tidak bisa mengelurkan suara karena mulutku masih dipenuhi oleh
susu empuk milik Linda dan bu Martin. Kedua wanita cantik itu memintaku untuk
menjilati kedua puting mereka secara bergantian. Sambil menghisap pelan,
kuperhatikan saat Zaskia menoleh kepadaku dan tersenyum.
”Suka
donk! Kalau enggak, buat apa saya repot-repot panggil Kemal buat main ke
rumah.” jawabnya.
Inez
yang jongkok di bawah tubuhku, melepas kulumannya sejenak dan mendongak. ”Lha
itu tahu, kenapa pake tanya segala? Buatku, sehari nggak lihat kontol besar si
Kemal, rasanya belum bisa tidur nyenyak!“ sahut Inez sambil menelan batangku kembali.
Aku
yang keenakan, sama sekali tidak menyahuti obrolan mereka. Aku sudah akan
mencium lagi payudara Linda dan bu Martin saat kudengar ketukan pelan di pintu
depan, ”Eh, ada orang di luar.” bisikku. Kita semua langsung terdiam.
”Zas,
coba lihat itu siapa.” perintah bu Sofi pada Zaskia, si pemilik rumah. Ia
tampak sedikit jengkel karena kesenangannya terganggu.
Begitu
juga dengan Zaskia, dengan ogah-ogahan ia mengenakan dasternya kembali (tanpa
daleman) dan merapikan jilbabnya, lalu melangkah malas ke ruang tamu. Kudengar
ia berbicara sebentar dengan seseorang, sepertinya anak kecil. Saat kembali,
Zaskia menoleh kepada bu Sofi, ”Ibu dicari sama pak RT, mau diajak ke rumah pak
Lurah.” katanya.
Bu
Sofi dengan menepuk dahinya menyahut, ”Ah, iya. Kita memang ada janji mau bahas
dana PNPM mandiri.” Ia lalu menoleh kepadaku, ”Gimana ini, Mal, aku ’kan belum
apa-apa?”
Kupeluk
dan kukecup dia, ”Sabar, Bu, kapan-kapan kan juga bisa. Lain kali akan kupuaskan
ibu, kita main berdua saja.” janjiku.
”Kenapa
nggak sekarang aja?” usul Inez yang masih setia menjilati penisku.
”Iya,
’kan cuma bentar. Paling 5 menit juga udah selesai. Aku aja dibikin KO 3 kali
sama Kemal, padahal kita cuma main selama 10 menit.” dukung Zaskia.
Aku
tersenyum memandangi mereka berdua, ”Kalian nggak iri kalau bu Sofi kuentoti
duluan?” tanyaku.
”Enggak,
ini ’kan situasinya khusus. Iya ’kan, Lin? Bu Martin?” sahut Ines meminta
pendapat pada 2 ibu yang tersisa, yang dari tadi cuma diam menikmati remasan
tanganku pada payudara mereka. Linda dan bu Martin mengangguk secara bersamaan.
Bu
Sofi yang mengetahui hal itu segera mendorong tubuhku, “Ayo, Mal. Tuh mereka
setuju.” desaknya. ”Cepetan, nanti suamiku jadi tambah curiga.” tambahnya.
Aku
yang tidak bisa mengelak lagi segera merebahkan diri, kutarik tangan bu Sofi
agar menduduki selangkanganku. Dengan tubuhnya yang sintal, dia naik ke atas
batangku dan mendudukinya. Pelan ia menekannya hingga batangku melesak masuk
seluruhnya, mengisi celah kemaluannya yang agak lebar karena sudah dipakai
melahirkan banyak anak.
“Aahh…”
tapi meski begitu, tetap saja mampu membuatku melenguh nikmat. Selebar-lebarnya
memek, tetap saja nikmat kalau dipakai buat ngebungkus kontol, apalagi kalau
yang punya wanita cantik dan seksi macam bu Sofi, siapapun pasti akan ketagihan
dibuatnya. Tak terkecuali aku.
Sambil
mengelus dan meremas-remas belahan payudaranya, akupun mulai menggoyang naik
turun. Kudesak tubuh montok bu Sofi pelan-pelan untuk menggesekkan alat kelamin
kami yang sudah bertaut erat hingga jadi terasa lebih nikmat.
”Ahh...
enak banget, Mal. Kontol kamu gede! Aku suka...” rintih bu Sofi dengan badan
terhentak-hentak keras. Sama sekali tak kukira, di usianya yang sudah hampir
mendekati kepala lima, ia masih punya libido begini tinggi.
Terus
kutusuk-tusukkan penisku saat Linda mengambil tanganku agar meremas-remas
kembali bulatan payudaranya, begitu juga dengan Zaskia yang meminta agar vaginanya
kupermainkan. Yang paling parah adalah Inez, dengan tertatih-tatih ia naik ke
atas ke atas kepalaku dan menempatkan kemaluannya yang sudah bersemu merah
tepat di depan mulutku.
”Jilatin,
Mal.” pintanya sambil menggesek-gesekkan benda itu ke dalam mulutku, mau tak
mau aku harus mencucup dan menghisapnya kalau mau tetap bisa bernafas.
Jadi
begitulah, sambil menyetubuhi bu Sofi, kurangsang juga keempat wanita yang
mengelilingiku. Untuk bu Martin yang pemalu, kusuruh agar berjejer dengan
Zaskia, kujamah dan kupegang-pegang kemaluannya karena tadi sudah kurasakan
bulatan payudaranya yang empuk dan kenyal.
“Ahh,
Mal... auhh... shhh... enak! Terus!” rintih mereka secara bergantian.
Di
atas tubuhku, bu Sofi mendesis semakin keras manakala kugoyang pinggulku
semakin cepat, “Huuh… nikmat banget, Mal. Kenapa nggak dari dulu-dulu kamu
melakukannya?!” tanyanya kacau.
“Yah,
sapa yang tahu kalau bu Sofi juga pengen.” jawabku. Padahal ini semua akibat
dari pelet, kalau dalam kondisi normal, tidak mungkin bu Sofi yang pemilih dan
gengsian itu mau sama aku yang dekil ini. Begitu juga dengan ibu-ibu yang lain.
Bu
Sofi terus bergerak naik turun dengan begitu bernafsunya, badannya yang sintal
tampak mengkilat oleh keringat yang sudah membanjir. Gerakannya semakin lama
menjadi semakin cepat. “Ooh... Mal... enak... memekku enak... kontolmu enak...”
sahutnya melantur, sudah tidak ingat lagi kehormatan dirinya.
Bu
Martin yang melihatnya sampai geleng-geleng kepala, sama sekali tak menyangka
kalau bu Sofi yang biasanya sopan dan pendiam bisa menjadi begini liar saat bersetubuh.
”Emang nikmat banget ya?” tanyanya pada Zaskia yang duduk kaku di sebelahnya.
”Eh,
iya... ada apa, Bu?” tanya Zaskia gelagapan karena sedari tadi ia melamun
menatap penisku yang bergerak keluar masuk dengan cepat di selangkangan bu
Sofi.
”Emang
punya Kemal nikmat banget ya?” bu Martin mengulangi lagi pertanyaannya.
Zaskia
tersenyum, ”Percaya deh, ibu pasti akan dibikin ketagihan nanti.” kata istri
kang Bahar itu yang sudah kubikin KO berkali-kali dalam persetubuhan kami yang
pertama.
Aku
yang mendengarnya ikut mengangguk, ”Sabar, Bu. Ibu pasti akan dapat giliran,
saya tidak akan mengecewakan ibu.” sahutku pada bu Martin.
Wanita
itu langsung menunduk malu dengan muka memerah, ”Ah, kamu bisa aja, Mal.”
lirihnya. Semua ibu-ibu tertawa, kecuali bu Sofi karena dia sudah hampir
mencapai puncak.
”Terus,
Mal! Arghhh... aku sudah hampir sampai.” rintihnya.
Terus
kugenjot pinggulku semakin cepat hingga tak lama kemudian kurasakan
dinding-dinding memek bu Sofi berkedut pelan. Bersamaan dengan itu, sebuah
semprotan keras terasa menghantam ujung penisku. Aku tidak bisa bergerak
kemana-mana karena di atas mukaku, Inez ternyata juga mengalami hal yang sama.
Rupanya cukup dengan jilatan, aku sudah bisa mengantarnya ke nikmatnya orgasme
yang pertama.
”Hah...
hh...” aku bernafas terengah-engah karena diguyur atas dan bawah. Mukaku basah oleh cairan cinta, begitu juga dengan
bagian selangkanganku. Saat bu Sofi menarik lepas pinggulnya, cairan itupun
tumpah ruah ke sprei milik Zaskia.
”Haduh,
bakal repot nih nyucinya.” kata perempuan cantik berjilbab itu pura-pura marah.
Bu
Sofi menoleh kepadanya dan tersenyum malu, ”Maaf, Zas. Habis kontol si Kemal
nikmat banget sih, salahkan dia tuh.” kilahnya.
”Sudah-sudah,”
Linda berusaha menengahi, dia dengan pintarnya mengambil alih selangkanganku
dari bu Sofi. Sekarang dia sibuk berusaha memasukkan penisku ke dalam lubang
memeknya.
”Eh,
siapa yang nyuruh kamu dapat giliran kedua?” Inez memprotes.
”Mbak
kan udah dapet tadi, sedangkan aku belum,” jawab Linda. ”Arghhh...” dan dia
langsung melenguh saat penisku berhasil mengisi dan menerobos liang
kemaluannya.
Karena
tidak ada yang memprotes lagi, akupun segera menggenjot tubuh sintal Linda.
Bagiku, tidak masalah siapa yang kedua atau ketiga, yang penting aku dapat
memek ibu-ibu cantik ini. Di kaki ranjang, kulihat bu Sofi dengan
tertatih-tatih berusaha mengenakan pakaiannya kembali. Setelah mematut diri di
cermin dan meyakinkan kalau sudah cukup rapi, iapun pamit.
”Aku
pergi dulu, ya...” katanya pada bu Martin, ”nanti ceritakan padaku semuanya
saat di rumah,” pesennya, rumah mereka memang bersebelahan. Keduanya terlihat
cukup akrab. Aku jadi curiga, jangan-jangan pas digarap juragan Karta, mereka
juga berdua seperti sekarang...
Bu
Martin mengangguk mengiyakan dan membiarkan sahabatnya itu pergi. Selepas
kepulangan bu Sofi, kembali aku berkonsentrasi pada Linda yang dengan asyiknya
terus naik turun di atas tubuhku. Payudaranya segera kupegang dan
kuremas-remas, sementara putingnya yang mungil kemerahan kupilin dan kupijit-pijit
ringan. Ulahku itu ternyata sangat dinikmati oleh Linda, terbukti dia bisa
meraih klimaksnya tak lama kemudian.
“Mal…
auhh!” Linda menjerit dan merintih pelan saat cairan cinta tumpah dari dalam liang
memeknya.
“Ambil
nafas, Lin...“ kuberikan waktu kepadanya untuk menikmati saat-saat nikmat itu,
kuhentikan sejenak gerakan pinggulku. Kami berpelukan dengan bibir Linda
mengecup mulutku, melumatnya pelan.
”Terima
kasih, Mal. Enak banget!” ia berbisik.
Aku
mengangguk, ”Sama-sama, tubuhmu juga nikmat.” Kuremas payudaranya sekali lagi
sebelum kusuruh dia untuk menyingkir. Masih ada 3 wanita lagi yang menunggu
untuk kusentuh.
Inez
berpandangan dengan bu Martin. Dari lirikan mata mereka, aku bisa menebak kalau
Inez yang bakal mendapatkan giliran selanjutnya. Karena capek berada di bawah,
akupun bangkit. Kusuruh Inez untuk ganti berbaring.
”Pelan-pelan,
Mal.” ia mengingatkan saat aku mulai menindih tubuh sintalnya. Inez tidak ingin
aku menyakiti kandungannya yang masih berusia muda.
”Iya,”
aku mengangguk mengerti. Dengan cepat kutusukkan penisku untuk menghajar memeknya
yang sempit memerah. Crooop!!!
”Auw,
Mal!” Inez menjerit, tubuhnya sedikit melengkung, tapi tidak sampai melepaskan
kedua alat kelamin kami yang sudah bertaut erat. “Pelan-pelan, Mal!” ia kembali
mengingatkan.
Kukecup
bibirnya saat mulai menggoyangkan pinggul. Kuremas-remas belahan payudaranya
sementara penisku bergerak semakin cepat mengocok liang vaginanya. Zaskia dan
bu Martin yang masih menganggur, kusuruh untuk mendekat. Kulumat bibir mereka
berdua secara bergantian. Sementara itu, Linda yang kecapekan kubiarkan
berbaring di sebelahku.
Sama
seperti Linda, Inez juga tidak dapat bertahan lama. Ia
mencapai puncak tak lama kemudian. Setelah menyingkirkan tubuhnya, lekas
kutarik tubuh montok bu Martin ke dalam pelukanku. Zaskia kelihatan ingin
protes, tapi setelah kukatan kalau akan kusemprotkan pejuhku ke dalam liang
memeknya, iapun terdiam dan mau menungguku dengan sabar.
Kubaringkan
tubuh bu Martin menggantikan posisi Inez. Ia yang masih malu-malu, diam saja
dengan semua perlakuanku. Aslinya mungkin dia sangat pendiam. Kena peletku saja
dia masih seperti ini, apalagi di kehidupan sehari-hari. Beda
dengan ibu-ibu lain yang langsung berubah total begitu kena. Bu Martin cuma
menurut dan pasrah saja, tanpa meminta atau memohon yang aneh-aneh saat
bersetubuh denganku. Mungkin baginya yang penting dapat merasakan penisku dan
mendapatkan nikmat darinya, itu sudah lebih dari cukup.
Kalau
seperti itu, aku jadi gampang. Tanpa perlu teknik yang aneh-aneh,
sudah bisa kuantar dia menuju gerbang orgasmenya. Tak lama, tak lebih dari 5
menit, memeknya sudah menyemprotkan cairan cinta yang amat banyak.
Zaskia
yang melihatnya, segera berseru gembira, ”Asyik, berarti sekarang giliranku!”
Ia segera mendorong tubuh bu Martin agar sedikit bergeser. ”Bener ya, Mal...
semprot aku sama pejuhmu!” pintanya. Sungguh terlihat sangat aneh, wanita
cantik berjilbab seperti dia bisa ngomong jorok seperti itu.
Namun itu justru makin membuatku bergairah. Aku yang juga sudah tak tahan, segera menusukkan penis untuk
menyetubuhinya. Dalam hati aku sedikit was-was, ’Kuat nggak ya aku nanti...”
secara penisku sudah dipakai menyetubuhi 4 wanita, dan spermaku rasanya sudah
ada di ujung. Apalagi memek Zaskia adalah yang ternikmat di antara semuanya
karena masih sempit dan legit akibat belum pernah melahirkan. Sepertinya aku
harus berjuang keras untuk menaklukkannya kalau tidak mau dikatakan besar
mulut.
”Ahh...
enak banget, Mal! Rasanya nggak ada bosan-bosannya main sama kamu...” rengek
Zaskia sambil meremas-remas payudaranya sendiri.
Aku
sama sekali tidak menyahut karena sibuk berkonsentrasi menahan gairahku yang
rasanya seperti sudah berada di ubun-ubun. Inez yang melihatnya, segera
berbisik pada Linda. ”Eh, si Kemal mau muncrat tuh.” katanya.
”Ah,
benarkah?” tanya Linda balik, dia tersenyum saat melihat mukaku yang sudah
memerah tak karuan.
”Jangan
dulu, Mal. Aku ’kan belum apa-apa...” rengek Zaskia, tidak ingin kukecewakan.
”Tenang
aja, Zas. Aku masih kuat kok,” kataku untuk menyemangati diri sendiri.
”Tapi
kamu hebat lho, Mal, udah ngalahin kami bertiga.” seru Linda.
”Iya,
suamiku aja belum tentu bisa berbuat seperti itu.” timpal Inez.
Bu
Martin ikut mengangguk tanpa suara, ikut memberikan dukungan kepadaku.
Tersenyum
kepada mereka, aku pun menyetubuhi Zaskia dengan lebih bersemangat. Aku yakin,
aku juga akan bisa mengalahkannya.
”Iyah...
begitu, Mal! Ughh... enak!” rintih istri kang Bahar itu menikmati tusukan
penisku. Payudaranya yang masih tampak sempurna bergoyang-goyang indah, yang
segera kupegang dan kuremas-remas pelan. Rasanya lain dari punya Inez ataupun
Linda, apalagi milik bu Sofi dan bu Martin yang sudah mulai kendor. Payudara
Zaskia terasa begitu kaku dan padat, khas milik anak remaja yang baru menikah.
Menyetubuhinya bagai menikmati tubuh perawan saja, bedanya; tanpa adanya bercak
darah di liang vagina.
Tubuh
Zaskia makin bergetar saat kutusukkan penisku semakin keras, dan apa yang
kunanti akhirnya tiba juga. Dinding-dinding memeknya terasa berkedut pelan meremas
batang penisku, aku yang tahu, segera menusukkannya semakin dalam.
”Auw!”
Zaskia merintih lirih. Bersamaan dengan itu, menyemburlah cairan cinta dari
liang senggamanya. Aku terus menggenjot tubuh sintalnya karena aku sendiri juga
merasa hampir mencapai klimaks.
”Zas,
aku keluar... ahh!” lenguhku sambil menciumi pipi dan lehernya. Dari batang
penisku, meledak cairan mani yang sangat banyak, mengisi liang rahim Zaskia
hingga jadi begitu basah dan penuh.
Kami
berpelukan berdua untuk sejenak. Kuciumi buah dada Zaskia sambil kuremas-remas
pelan benda bulat itu. Linda dan Inez mendekat, begitu juga dengan bu Martin.
”Masih
kuat, Mal?” kata Inez kepadaku.
Aku
menoleh, ”Mbak mau lagi?” tanyaku. Bisa gawat kalau mereka
nagih lagi, bisa-bisa kontolku patah kalau dipakai secara terus-menerus.
”Bukan
hanya Inez, aku dan bu Martin juga mau.” sergah Linda.
Waduh-waduh,
gimana nih?
Belum
sempat aku berpikir, Linda sudah menunduk untuk melumat bibir tebalku. ”Ayolah,
Mal. Aku yakin kamu juga pengen lagi.” bisiknya.
’Pengen
sih pengen, tapi kasih aku waktu buat istirahat donk!!!’ jeritku dalam hati.
Saat
itulah, mungkin karena kepepet, terbersit ide di kepalaku. ”Iya gampang, tapi ada
syaratnya...” kataku.
“Apa
syaratnya?” tanya Linda dengan gemas, tampak sudah mulai tidak sabar.
”Ajak
kesini satu orang lagi...” perintahku.
”Siapa?”
kali ini Inez yang bertanya. Matanya langsung melotot begitu mendengar nama
yang kusebutkan. ”Gila kamu!” ia berkomentar. Begitu juga dengan Linda dan bu
Martin. Hanya Zaskia yang tersenyum, mungkin karena tahu kalau permintaanku itu
tidak sulit untuk dipenuhi.