Tanah
itu masih merah. Bunga yang tertabur di atasnya juga masih segar. Bau
harum langsung menyerbu hidungku saat aku mulai mengayunkan cangkul. Di
langit, bulan purnama bersinar terang, menerangi tanah pekuburan itu
dengan cahayanya yang lembut, membantuku untuk terus bekerja,
menyingkirkan gundukan tanah itu sedikit demi sedikit. Suara burung
hantu bergema di kejauhan saat aku sudah berhasil mencopot nisannya.
“Oh.. Bang!” jerit Indah setiap kali aku melakukannya. Terasa batang penisku menyodok dasar lubang memeknya yang terdalam dengan telak.
Karena denyutan memek Linda yang membuatku nikmat, ditambah rasa hangat karena guyuran lendir birahinya, aku pun tak tahan. Ditambah ekspresi wajahnya yang memandang wajahku dengan mata sayu namun tersirat kepuasan yang amat sangat.
“Ayo, Mal. Keluarin pejuh kamu. Keluarin semua di memekku.” Linda memohon.
“Kamu nggak apa-apa aku tumpahin pejuh di rahim kamu?” tanyaku sambil terengah-engah.
“Tidak apa-apa, aku KB kok.” sahutnya enteng.
“Astaga... kamu tuh ya, diam-diam ternyata…” aku terkejut.
“Kenapa, kaget ya?” dia tertawa.
“Muka alim, tapi kalo urusan birahi liar juga ya.” aku ikut tertawa.
“Aku juga nggak tahu, Mal. Entahlah.. kok bisa aku jadi seperti ini. Begitu lihat kamu di dapur tadi, aku langsung jadi panas.”
“Tinggal sedikit lagi,” aku berusaha untuk untuk menyemangati diriku yang sudah mulai kelelahan.
Kembali
cangkulku menghantam tanah, kali ini dengan lebih kuat. Aku sudah
hampir kehabisan waktu. Tengah malam sudah hampir tiba, kalau aku tidak
menyelesaikan pekerjaan ini tepat pada saat itu, maka akan sia-sia lah
semua yang sudah aku lakukan mulai kemarin. dan aku tidak mau itu
terjadi. Kuseka peluh yang menetes di kepalaku. Bajuku sendiri sudah
basah dari tadi. Ketika aku sudah hampir kehabisan tenaga, cangkulku
menghantam bilah papan dari kayu mahoni.
“Akhirnya...” aku berseru penuh kemenangan.
Cepat
aku mencabut papan itu. Bau busuk yang menguar dari mayat di bawahnya
tidak aku hiraukan. Sebagai seorang juru kunci makam, aku tidak takut
sedikitpun, aku sudah sering melihat mayat.
Kupandangi wajah Juragan Karta yang sudah bengkak membiru. “Maaf, Juragan. Kuharap Juragan tidak marah dengan tindakanku ini.”
Kulonggarkan
kain pengikat dikepalanya. Dengan hati-hati kuselipkan tanganku,
kuambil benda yang tersembunyi di belakang lehernya: sebuah telor ayam
kampung. Benda itu terasa hangat, sesuatu yang aneh mengingat tubuh
Juragan Karta yang sudah sedingin es. Cepat aku mengantonginya. Di
langit, bulan sudah sedikit bergeser. Tengah malam baru saja berlalu,
tapi tidak masalah karena aku sudah berhasil melakukan ritualku.
***
Fajar baru saja menyingsing saat aku tiba kembali di rumah. Kulihat Indah, istriku, sudah mulai sibuk di dapur.
“Darimana
saja, Bang?” tanyanya sambil memasukkan beras ke dalam panci. “Jam
segini baru pulang.” Dia melirikku, meminta jawaban.
“Emm, aku diminta pak RT untuk menemaninya ngobrol di rumah Juragan Karta.” sahutku berbohong.
“Menemani pak RT apa menemani si Mitha?” Indah menyindir.
Mitha
adalah istri kelima Juragan Karta. Umurnya baru 21 tahun. Orangnya
cantik dan sangat seksi, maklum gadis kota. Sebagai orang terkaya di
desa, Juragan Karta memang mempunyai banyak istri.
Sebenarnya
Indah juga cantik, tidak kalah dengan si Mitha. Tapi setelah melahirkan
anak kami yang pertama, dia jadi sedikit berubah, agak sedikit gemuk.
Tambah seksi sih, tapi sudah nggak padat lagi. Payudara dan bokongnya
agak sedikit menurun.
Tidak
menjawab, aku beranjak ke kamar mandi untuk cuci muka. Aku tidak ingin
memperpanjang masalah dengan istriku. Hatiku terlalu gembira untuk
mengurusi hal-hal remeh seperti itu. Mengingat ritualku yang sukses
besar tadi, sindiran istriku kuanggap angin lalu yang tidak berarti
apa-apa.
Hari ini akan kutiduri si Mitha. Itu pasti!
Aku
terkekeh sendirian di kamar mandi membayangkannya. Sambil gosok gigi,
tak terasa penisku mulai membesar. Ahh, aku mengelusnya pelan dari luar
celana. Apa harus kulampiaskan sekarang? Kulirik istriku yang masih
sibuk di dapur.
Selesai mengelap muka dengan handuk, aku menghampirinya. “Masih lama, Dik?” tanyaku sambil mengelus pundaknya.
Indah menoleh dan melotot, “Sudah ah, jangan merayu. Aku masih banyak kerjaan,” dia menepiskan tanganku.
Tapi
aku tidak mau menyerah. Kupeluk lagi tubuh montoknya. “Kamu cantik deh
hari ini.” beginilah kalau sudah terangsang, istri belum mandi tetap
dibilang cantik.
“Abang
pengen ya?” tanyanya sambil mengiris bawang. Dia membiarkan tanganku
bergerak ke atas gundukan buah dadanya dan mengelusnya pelan. Terasa
empuk dan hangat disana.
“He-eh,” aku mengangguk. Kucoba untuk mencari putingnya, terasa tapi cuma sedikit. BH Indah terlalu tebal.
“Baru ingat ya kalau punya istri?” sindirnya tajam. “Dari kemarin aku merayu-rayu nggak direspon.”
Ah,
benarkah seperti itu? aku mencoba mengingat-ingat. Tapi aku lupa.
Mungkin karena saking sibuknya mempersiapkan ritual, aku sampai
mengabaikannya.
“I-iya, maafkan aku!” kukecup pipinya sebagai tanda minta maaf.
Indah mendengus, tapi tidak menolak.
Kulanjutkan
dengan melumat bibir tipisnya. Dia mengerang dan membalas sekilas.
“Kompor... nanti gosong!” desahnya lirih. Tangannya dengan gemetar
menunjuk ikan mujaer yang sedang dia goreng.
Aku
segera mematikannya dan membopong tubuh mulus Indah ke dalam kamar.
Tapi masih sampai di ruang tengah, dia sudah tak tahan. Indah
menyudutkan tubuhku ke meja makan dan menciumiku bertubi-tubi. Ah,
tumben dia seperti ini? tapi aku tidak ingin repot memikirkannya. Lebih
baik kunikmati saja apa yang dia berikan.
Indah
segera mencopoti bajuku dan menciumi perutku yang mulai sedikit gendut.
Dia tahu, aku paling suka kalo dicium di daerah pusar. “Ughhh,” aku
mengerang dan semakin terangsang. Penisku makin terasa kaku dan tegak.
Indah
yang mengetahuinya segera menarik celana pendekku ke bawah. Tampak tak
sabar, dia menarik keluar penisku dan menjilatinya. Aku cukup surprise
dengan kelakuannya. Sejak dulu, dia tidak pernah mau kalau kusuruh
menggarap batangku. Jijik katanya. Jangankan menjilat, mencium saja dia
ogah. Tapi hari ini terasa berbeda, Indah kelihatan sedikit liar dan
ganas. Dan aku makin kaget saat dia membuka mulutnya dan mengoral
penisku! Indah mengemut batangku yang terbilang cukup besar itu dengan
cepat dan penuh nafsu, seperti makan es krim batangan.
“Ahhh.. Aaghhhh..” aku langsung merintih. Nikmat sekali rasanya, seperti melayang-layang di angkasa.
Indah
terus mengemutnya dengan cepat dan panas, sampai-sampai aku harus
menahan kepalanya agar tidak terlepas. ”Aaaahhh.. Sssshhs… Dik, enak
sekali! Ahhhhh...” aku makin merintih keenakan.
Indah
cuma tersenyum menanggapinya. Sambil mengocok penisku dengan tangan,
dia berbisik. ”Bang, pagi ini akan kubuat menjadi pagi yang spesial.
Mmmmupph...” dan kembali dia mengulum penisku.
Aku
yang sudah tak tahan, segera menarik tubuh sintalnya ke atas. Aku tidak
mau moncrot di dalam mulutnya. aku ingin menyetubuhi wanita cantik ini.
Kamipun segera berpelukan satu sama lain. Indah menciumiku dengan
sangat ganas, tak jarang dia menggigit kecil lidahku. Tanganku juga
dibimbingnya masuk ke dalam bajunya. Rupanya dia ingin aku mempermainkan
payudaranya yang besar itu. Langsung saja kusingkap BHnya dan kumainkan
puting susunya yang sudah tegak memerah dengan lidahku.
Indah menggelinjang dan merintih pelan. ”Oohhh... Bang, enak banget, sayang. Teruuus..!!”
Tanganku
yang satu lagi mulai merambahi selangkangannya dan istriku menyambutnya
dengan merenggangkan kedua kakinya. “Ahh.. Terus, Bang!” desisnya
ketika jemariku mulai menyentuh liang kemaluannya.
Aku
dengan perlahan menyusuri lembah berbulu dimana di dalamnya terdapat
bibir lembut yang lembab. “Ohhhh… Bang, lakukanlah! Cepat setubuhi aku!”
desahnya saat mulai tak tahan menahan hasrat.
Segera
kuhentikan jilatanku pada payudaranya dan mengatur posisi.
Kutelentangkan tubuh montok Indah di atas meja makan. Dengan mata sayu
sedikit terpejam, dia terlihat pasrah. Kedua pahanya dibuka lebar-lebar,
memperlihatkan liang vaginanya yang sudah becek dan basah, siap untuk
menerima hujaman batang penisku.
Indah merengkuh tubuh hitamku ketika perlahan batang penisku yang keras mulai menyusuri lubang memeknya.
“Akhhhh… enak, Bang!” desisnya. Tangannya menekan pinggulku agar segera menggarap tubuhnya.
Aku
pun menekan, dan tanpa kesulitan, batangku pun amblas seluruhnya, masuk
ke dalam liang vagina Indah yang terasa hangat dan empuk, menembus
hingga ke pangkalnya.
”Oughhhhhsssss...!” kami merintih berbarengan.
Sambil menciumi bibir dan payudaranya, aku pun mulai menggoyang. Kugerakkan
pinggulku naik turun perlahan-lahan. Semakin lama semakin cepat. Juga
semakin liar dan kasar. Sampai-sampai Indah harus mengimbangi dengan
gerakan pinggulnya kalau tidak ingin kesakitan.
Tapi sepertinya wanita itu menikmatinya. “Ayo, Bang. Genjot terusss! Ahhhhh..” desisnya, terlihat mulai hilang kendali merasakan nikmat yang kuberikan.
Aku
yang juga keenakan, menggerakkan pinggulku semakin cepat dan keras.
Sesekali kusentakkan ke depan kuat-kuat hingga batang penisku tuntas
masuk seluruhnya ke dalam memeknya.
“Oh.. Bang!” jerit Indah setiap kali aku melakukannya. Terasa batang penisku menyodok dasar lubang memeknya yang terdalam dengan telak.
“Akhhhhh..
Ahhhhhh… Aduh! Aduduh! Aakhh.. A-aku mau keluarghh!” teriaknya tertahan
seperti seluruh tubuhnya terasa dialiri listrik berkekuatan rendah yang
membuatnya berdesir.
“I-iya, aku juga mau keluar.” balasku sambil mempercepat genjotan ke arah tubuh sintalnya.
Tak
berapa lama, terasa tubuh Indah menegang. Tangannya memelukku
erat-erat, dia orgasme. Terasa cairan hangat menyiram ujung kontolku.
Dan bersamaan dengan itu... aku pun menyemburkan cairan maniku ke dalam
memeknya. Dengan berpeluh keringat, kami pun saling berpelukan mesra.
Saat
itulah kulihat sesuatu di lehernya. Sesuatu yang membuat jantungku
hampir berhenti berdetak. Di lehernya terlihat tanda seperti bekas
cupangan yang berbentuk bulat sempurna seukuran koin. Itu tidak mungkin
hasil perbuatanku karena aku sama sekali tidak menyentuh lehernya.
Jadi... jangan-jangan! Ah, hatiku langsung panas. Ternyata Indah sudah
pernah tidur dengan juragan Karta. Pantas dia tadi jadi liar. Itu bukan
istriku yang sebenarnya. Indah sudah terpengaruh ilmu peletku.
Tapi dalam hati aku berseru gembira. Apa yang kulakukan selama dua hari ini ternyata tidak sia-sia. Aku berhasil. Malam nanti, giliran Mitha yang akan jadi korbanku. Awas gadis cantik, aku datang!
***
Kelelahan
karena kerja semalaman membuatku tidur sampai sore. Kalau saja istriku
tidak membangunkan, aku pasti akan melewatkan rencanaku terhadap Mitha,
istri paling muda juragan Karta.
Selesai
mandi dan ganti pakaian, aku segera mengangkat kayu bakar yang sudah
kusiapkan sejak kemarin. ”Dik, aku berangkat dulu ya,” aku pamit pada
istriku yang berada di kamar, sedang menyusui si kecil.
”Iya, hati-hati, Bang.” teriaknya membalas.
Dengan
penuh semangat, aku melangkah menuju kediaman juragan Karta. Pariyem,
istri pertamanya, kemarin pesan kayu bakar kepadaku untuk digunakan
memasak di acara tahlilan suaminya. Hari ini adalah malam kedua
peringatan kematian sang Juragan.
Sebentar
saja, aku sudah sampai karena jarak rumahku dan kediaman juragan Karta
memang tidak terlalu jauh. Sambil terus melangkah, aku memikirkan
percakapan dengan istriku tadi sebelum tidur. Setelah kudesak, Indah
akhirnya mengaku kalau memang pernah tidur dengan juragan Karta. Dia
terpaksa melakukannya karena kepepet hutang pada rentenir untuk biaya
persalinan bayi kami. Juragan Karta bersedia melunasinya asal Indah mau
melayaninya di ranjang. Meski cuma sekali, tapi itu sudah cukup untuk
membuatnya terkena ilmu peletku. Siapapun yang pernah tidur dengan laki-laki tua itu, akan terpengaruh oleh ilmu gaibku.
Ilmu
ini tidak ada namanya. Aku mengetahuinya dari kakekku yang juga seorang
juru kunci makam. Suatu hari, aku memergokinya sedang menyetubuhi mbak
Mira, istri pakde Karto yang baru meninggal tiga hari yang lalu. Saat
kudesak, kakek akhirnya cerita kalau dia sudah memelet wanita cantik
itu. Memang dalam kondisi normal, tidak mungkin mbak Mira yang masih
muda mau tidur dengan kakekku yang sudah bau tanah, apalagi suaminya
baru saja meninggal.
Kakek
memeletnya dengan menaruh telor ayam perawan –ayam yang baru pertama
kali bertelor- di kuburan pakde Karto. Sama seperti yang telah kulakukan
di kuburan juragan Karta. Itupun dengan syarat, orang yang meninggal
harus dikubur tepat pada saat bulan purnama. Telor itu harus sudah
diambil sebelum tengah malam, saat bulan masih belum bergeser, kalau
tidak akan sia-sia saja. Mantranya agak sedikit rumit, tapi kakek sudah
mencatatkannya untukku. Dia mau memberitahukan rahasia ini setelah aku berjanji akan meneruskan pekerjaannya sebagai juru kunci makam.
Setelah
memakan telor itu -sambil membaca mantra- siapapun yang pernah tidur
dengan si mayat, akan bisa kita ajak tidur sampai 40 hari ke depan. Aku
tidak pernah bisa mempraktekkan ilmu ini karena memang sulit sekali
mencari orang yang meninggal tepat pada saat malam bulan purnama.
Ataupun kalau ada, menaruh telornya yang sulit. Kalau dipergoki
keluarganya, bisa-bisa kita dituduh macem-macem.
Karena
itulah, begitu juragan Karta meninggal kemarin, aku benar-benar
gembira. (Hmm, orang yang aneh!) dengan persiapan matang dan hati-hati,
aku menjalankan ritual itu. Kuselipkan telor ayam saat aku pura-pura
mengikat kembali tali pocong sang juragan yang agak sedikit kendor. Lalu
malamnya, berharap tidak ada orang melihat, aku menggali makamnya untuk
mengambilnya kembali. Dan aku berhasil.
Yang
tak kusangka, korban pertama malah istriku sendiri. Aku tidak bisa
marah kepadanya karena sudah tidur dengan juragan Karta karena itu
salahku juga yang tidak becus menjadi seorang laki-laki. Karena kerja
serabutan, aku jadi tidak bisa menghidupinya secara layak. Tapi tadi
Indah sudah berjanji, itu yang pertama sekaligus yang terakhir. Aku yang
tidak sanggup kehilangan dirinya, cuma bisa mengangguk mengiyakan.
Kini
giliran kelima istri juragan Karta. Akan kugilir mereka satu per satu.
Dimulai dari si Mitha, istri yang paling muda sekaligus yang paling
cantik.
Di
teras rumah Juragan Karta, tampak sudah mulai ramai. Beberapa orang
terlihat sibuk menata tikar dan kursi plastik. Selebihnya cuma
duduk-duduk menonton sambil mengobrol ringan. Sambil menyapa basa-basi,
aku terus melangkahkan kakiku menuju ke belakang, ke arah dapur. Disitu,
banyak ibu-ibu berkumpul untuk memasak dan menata makanan yang sudah
jadi. Beberapa kukenal karena mereka memang tetanggaku. Tapi banyak juga
yang asing, mungkin itu adalah saudara atau sanak famili juragan Karta.
”Taruh kayunya disitu, Mal.” kata Bu Sofi, istri pak RT. Tangannya
menunjuk tumpukan kayu sisa kirimanku kemarin. ”Kok telat banget?
Kukira lupa tadi.” wanita itu tersenyum kepadaku, hal yang sangat jarang
dia lakukan.
Curiga,
aku pun melirik lehernnya. Seperti dugaanku, meski sedikit tertutup
kerah baju, bisa kulihat tanda itu. Bulatan merah sempurna seukuran
koin. Dia pernah tidur dengan juragan Karta! Wah, kalau yang alim
seperti Bu Sofi saja melakukannya, apalagi yang...
Aku
segera mengedarkan pandangan ke seluruh dapur. Kupandangi leher setiap
orang satu per satu. Seperti mendapat durian runtuh, aku bersorak dalam
hati. Hampir separo
dari wanita di dapur itu memilikinya. Mulai dari Reni, siswi kelas tiga
SMA keponakan juragan Karta yang manis dan centil, hingga Mak Yem, janda
berumur 60 tahun yang sudah peyot dan keriput. Aku benar-benar
beruntung. Baru pertama kali mempraktekan ilmu ini, sudah bisa dapat
calon korban sebanyak ini. Hebat juga juragan Karta, bisa meniduri
mereka semua.
Sayang,
tidak kulihat Mitha di ruangan itu. Padahal dia yang menjadi orang
nomor satu di dalam daftarku. Tapi tidak apalah, dia bisa disimpan buat
kapan-kapan. Toh aku masih punya waktu 39 hari lagi.
Kuedarkan kembali pandanganku. Kuteliti
satu per satu wanita di dapur untuk mendapatkan yang pas sesuai
seleraku. Karena banyaknya pilihan, aku jadi jual mahal. Harus
kudapatkan yang terbaik! Pilihanku akhirnya jatuh pada Linda, ibu muda
cantik yang tinggal di ujung gang. Suaminya bekerja jadi tukang batu di
kota, jadi jarang pulang.
Aku
tidak tertarik untuk menyelidiki bagaimana dia bisa tidur dengan
juragan Karta, yang penting adalah, aku bisa menikmati dan merasakan
tubuh montoknya sekarang.
Aku
segera beranjak menghampirinya yang saat itu sedang sibuk menggoreng
ikan. Seperti biasa, Linda menggunakan baju longgar untuk menutupi tubuh
montoknya yang menggiurkan. Dia
seperti tidak ingin terlalu mengeksposnya. Itu yang kukagumi dari dia.
Dan itu pula yang membuatku makin penasaran. Dari segi wajah, dia juga
luar biasa. Linda sangat cantik dan manis. Kelembutan kulitnya tidak
kalah dengan remaja belasan tahun.
Aku
tahu kalau Linda mempunyai tubuh yang bagus dari istriku. Dia pernah
bilang ingin diet agar bisa langsing dan seksi seperti Linda. Sejak saat
itulah, diam-diam aku jadi sering memperhatikan istri tetanggaku itu.
Dan apa yang dikatakan Indah memang benar, Linda memang benar-benar
cantik dan seksi. Bodynya sangat sintal. Payudaranya lumayan besar dan
walaupun tertutup baju longgar, benda itu masih tampak begitu menonjol.
Bodoh sekali suaminya yang telah membiarkan barang sebagus itu tidak
terjamah. Jadi, biar aku saja yang memanfaatkannya. Hehehe... (tawa
setan!)
Aku
menepuk pundak Linda dari belakang. ”Lagi goreng apa, Lin?” tanyaku dan
ups, ternyata dia kaget dan membalikkan badannya sehingga tanpa sengaja
aku menyenggol payudaranya. Terasa kenyal sekali. ”Eh, maaf, Lin. Kaget
ya?” aku tersenyum.
Wajahnya langsung memerah karena malu. ”Ooh, nggak apa-apa kok. Ini lagi goreng ikan.” jawabnya.
”Wah,
enak tuh.” balasku sambil memandang wajah cantiknya. Dia makin tersipu.
Rupanya, ilmu peletku sudah mulai bekerja. Terbukti dia mulai
keringetan dan memandangku dengan mata nanar. Nafasnya juga mulai
memburu.
“Mbak Lin, sudah belum ikannya?” tanya ibu-ibu gendut mengagetkan kami berdua.
Linda
buru-buru mengangkat gorengannya dan mematikan kompor. Setelah itu...
”Mal, mau nggak ikut aku sebentar?” dia bertanya, sedikit memaksa.
Aku
pun mengangguk mengiyakan. Kutebak, dia sudah tak tahan. Memeknya pasti
sudah basah saat ini. Beriringan, kami meninggalkan rumah juragan
Karta. Linda mengajakku ke rumahnya. Putranya yang saat itu sedang
menonton televisi, diberinya uang sepuluh ribu.
”Ini, main PS sana!” suruhnya pada bocah kecil itu. Si bocah nyengir lebar dan bergegas berlalu. Jarang-jarang ibunya baik hati seperti ini.
Linda
mengajakku masuk dan menyuruhku duduk di kursi kayu ruang tamu. Dia
lalu ke belakang sebentar untuk membuatkanku minum. ”Suamimu kok nggak
pulang-pulang?” aku bertanya saat dia kembali. Di tangannya ada dua
gelas es teh manis.
”Nggak
tahu, sudah satu bulan ini nggak pulang,” jawabnya acuh. Dia yang
biasanya sopan, kini duduk sembarangan. Kakinya agak mengangkang hingga
aku bisa sedikit mengintip kemulusan kulit pahanya.
”Sayang banget ya, punya istri secantik ini kok ditinggal-tinggal.” aku mengerling nakal.
Linda
yang rupanya mengerti dengan isyaratku, makin membuka kakinya lebih
lebar. ”Emang aku ini cantik ya?” dia bertanya. Kini aku bisa melihat
hingga ke pangkal pahanya.
Aku
mengangguk, ”He-eh,” kulihat dia memakai celana dalam hijau muda. ”Kamu
cantik banget, nggak kalah sama si Mitha.” untuk ukuran cantik, memang
Mitha yang selalu jadi ukuran, tidak ada yang lain.
”Ah,
kamu bisa aja,” Linda tertawa, tapi tak urung wajahnya tetap bersemu
merah mendengar pujianku. Mendadak dia bangkit dari kursi dan memegang
tanganku, lalu menyeretku menuju ke kamarnya.
”Eh, kita mau kemana?” meski tahu apa yang dia inginkan, aku tetap harus bertanya. Jaim gitu lho!
”Sebentar, ada yang mau kutunjukkan.” katanya singkat.
Sesampainya
di kamar, Linda menuju ke depan cermin. Aku cuma memandanginya saja,
tidak bertanya atau pun membantah. “Kamu lihat, Mal, wajahku sudah penuh
dengan kerutan. Juga, bodyku sudah pada melar semua. Masa gini dibilang
cantik?” katanya sambil berpose di depan cermin.
”Ah,
nggak kok. Bagiku kamu tetap cantik.” sahutku meyakinkan. ”Lihat
wajahmu, begitu putih dan mulus.” aku mencoba menghiburnya dengan
membelai pipinya yang bulat, dan tanpa kuduga dia memegang tanganku.
Linda menahan tanganku untuk tetap menempel di pipinya.
”Kamu berani sekali, Mal, menyentuhku seperti ini!” dia menatapku sayu.
”Kamu duluan yang menggodaku dengan mengajak ke kamar ini.” aku berkilah.
Linda langsung tersipu malu. ”Dibanding istrimu, aku bagaimana?” tanyanya.
”Kamu tetap yang tercantik.” jawabku diplomatis. Dalam hati aku mulai tak sabar, kapan aku bisa mencicipi tubuh mulusnya?
”Kalo
yang ini, apa masih kencang seperti punya istrimu, Mal?” tanyanya
sambil menyelipkan tanganku ke balik baju longgarnya dan ditempelkan ke
atas gundukan payudaranya.
Ah,
akhirnya saat itu tiba juga. Tersenyum penuh kemenangan, aku
mengusap-usapnya perlahan, masih tak percaya kalo Linda akan mau
melakukan ini.
”Ayo, Mal, jawab. Apa payudaraku masih sekencang punya istrimu?” dia mengulangi pertanyaanya. Dari matanya tersirat betapa dia sangat merindukan sentuhan laki-laki.
Aku
pun mendekat ke wajahnya dan kubisikkan, ”Kecantikanmu sungguh tak
tertandingi. Kau begitu menggoda.” sambil aku semakin berani mendekatkan
bibirku hampir menyentuh bibirnya.
Linda
memejamkan mata menerimanya. Melihat itu, aku semakin memberanikan diri
untuk menciumnya, dan seperti yang sudah bisa diduga, dia menyambut
ciumanku dengan begitu mesra.
Merasa
di atas angin, aku sudah tak segan-segan lagi untuk membelai wajah ibu
muda itu, membelai hidungnya yang bangir, matanya yang sayu, hingga
bibirnya yang tipis dan penuh. Tak sadar, tubuh kami berdua sudah
berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku.
Apalagi setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran
lebih besar dari yang aku kira. Tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri
mengencang. Tak salah aku memilihnya.
Linda
sendiri tampaknya juga mulai kehilangan akal sehatnya. Bahkan dia tidak
bergeming ketika aku mendekatkan wajahku ke wajahnya dan mengecup
lembut bibirnya yang tipis. Nafsuku yang sudah tak tertahankan lagi,
membuat bibirku terus memagut dan melumat, sementara tanganku mulai
menggerayangi tubuh mulusnya yang sintal. Kujamah gundukan daging kembar
yang menghias di dadanya. Dengan
gemas kuremas-remas benda empuk dan lunak itu. Semua kulakukan masih
dari luar pakaiannya dan masih terhalang oleh BH-nya yang tipis.
“Aaah…
Mal, aku… kenapa jadi seperti ini?!” Linda memegang tanganku yang
berada di atas payudaranya, dan menekannya agar meremas lebih kuat lagi.
Sementara bibirnya, terus mengejar mulutku untuk terus saling melumat
dan bertukar air liur. Matanya yang bulat terpejam, dengan nafas mulai
memburu dan tidak teratur seperti sehabis berlari.
”Sst..
nikmati saja, Lin.” Kubelai lembut wajahnya yang bulat. Dia kelihatan
cantik sekali hari ini. Lalu kembali kupagut bibirnya, bibir yang begitu
tipis dan hangat. Bergantian kucucup bibir bawah dan bibir atasnya.
”Oughhh..
Hmmmphh!” Linda semakin mengerang. Desahan dan rintihannya bercampur
menjadi satu. Bisa kurasakan detak jantungnya yang menjadi semakin
kencang.
Kusupkan
tanganku ke balik bajunya. Masih dari luar BH-nya, perlahan
kuremas-remas payudaranya yang sangat kencang dan menantang itu. Linda
merintih menikmatinya. Sungguh suatu kenikmatan tersendiri bisa menjamah
benda bulat kembar nan indah yang kenyal itu, yang selama ini cuma bisa
menjadi fantasiku. Kuusap-usap terus payudara yang begitu menggiurkan
itu hingga tubuh Linda mulai bergerak menggelinjang tak beraturan.
“Aaauuhh… Mal, Auuuh…!” Dia mendesis-desis penuh gairah.
Mendengarnya,
aku jadi makin bersemangat. Remasan-remasan tanganku di payudaranya
semakin menggila dan merajalela. Tanganku mulai membuka kaos longgarnya
ke atas, kusibak kain itu hingga bisa kulihat tubuh Linda yang putih dan
mulus dengan payudaranya yang membulat bertengger dengan begitu
indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem
kekuningan. Aku sejenak terpaku memandanginya. Tetapi aku segera
tersadar bahwa pemandangan surga dihadapanku ini memang tersedia
untukku. Segera kepala turun untuk menciuminya. Kucucup dan kujilat
tonjolan daging bulat itu dengan lidahku. Kugesek belahannya yang
membukit dengan ujung hidungku.
Linda
yang menerimanya cuma bisa menggeliat-geliat kegelian. “Mal, Oughhhh…
Sshhhh…” ia merintih. Matanya terpejam merasakan kenikmatan yang begitu
menghebat.
Sambil
terus mencium, salah satu tanganku turun ke bawah, kuraih pantatnya
yang bulat padat dan kuremas-remas dengan penuh nafsu. Kuusap-usap
bokong yang besar itu dari luar rok pendeknya.
”Aghhhh…” Linda semakin menggelinjang.
Sementara
itu, aku terus menyerangnya. Kuciumi buah dadanya, pipinya, bibir, juga
lehernya, sambil tanganku terus bergerilya membelai, mengusap, meraba,
dan meremas-remas pantatnya. Wanita berlesung pipit ini menggelinjang,
tubuhnya menggeliat-geliat dan mengejang. Apalagi saat tanganku mulai
mengelus-elus selangkangannya yang masih tertutup celana dalam hijau
muda, dia makin pasrah dan tak tahan, sama sekali tidak menolak
perlakuanku.
Dengan
cepat, sambil tetap berciuman, aku melepaskan semua pakaianku. Aku
sudah tak tahan lagi ingin segera mengentotnya. Kudorong tubuh montok
Linda ke atas ranjang dan kusibakkan ke atas rok pendeknya. Kemudian
kutarik ke bawah celana dalamnya yang berwarna hijau muda lalu kupeluk
erat tubuhnya. Sambil mengendusi lehernya, kuarahkan penisku ke dalam
liang kemaluannya yang terlihat sudah sangat basah. Dengan gerakan yang
lembut dan pelan, kudorong pelan penisku yang sudah tegang maksimal ke
dalam memek wanita cantik itu.
”Auwwhhhhh...!”
Linda menjerit lirih saat penisku sudah membobol memeknya yang sempit
dengan mantab. Batangku yang panjang terbenam seluruhnya.
Kami
terdiam sejenak. Kupeluk erat tubuh Linda sambil tanganku meremas-remas
payudaranya yang masih tertutup BH kuning tipis, sementara bibirku
tiada henti mengecup bibirnya, menyedotnya dengan mesra.
Linda
mengangguk saat aku meminta ijin untuk mulai menggoyang. ”Lakukan, Mal.
Tapi pelan-pelan saja. Penismu terlalu besar, aughhhh...” rintihnya
saat aku mulai menarik dan mendorong batangku.
Terasa
memeknya sudah sangat basah oleh lendir birahi yang melanda tubuh
mulusnya. Linda sudah tidak mampu lagi berkata-kata. Hanya desahan dan
geliatan tubuh saja yang dapat dia lakukan untuk mengimbangi goyanganku.
Gejolak nafsu birahi telah membakar jiwa mudanya.
Aku
yang melihatnya, jadi semakin merasakan sensasi yang luar biasa
nikmatnya. Kudorong penisku semakin cepat ke dalam memeknya. Bles… Bles…
Bles... Ujungnya menusuk, menyeruak hingga dinding terdalam liang
kewanitaan Linda yang terasa semakin panas dan basah. Kutarik dan
kudorong terus benda itu secara berulang-ulang, dengan cepat dan keras,
hingga Linda sampai merem melek keenakan dibuatnya. Desahan-desahan
kecil darinya membuatku semakin bernafsu untuk mempercepat tempo
seranganku.
Keringat
birahi telah membasahi tubuh kami berdua. BH kuning yang dikenakannya
nampak kusut dan awut-awutan karena seringnya aku menjamah benda
tersebut. Aku segera menariknya ke atas hingga isinya yang bulat kembar
tumpah ruah keluar. Terlihat sepasang payudara Linda yang besar, yang
berkulit putih mulus menyilaukan, dengan sepasang puting kemerahan yang
sudah tegak mencuat.
Gemas,
aku segera meremas dan memijit-mijitnya. Sementara di bawah, pinggulku
terus bergoyang. Gerakan maju mundur penisku yang panjang menimbulkan
bunyi yang sangat sensasional. Linda nampak sangat bernafsu
menikmatinya. Bunyi yang ditimbulkan oleh gerakan penisku yang
mengobrak-abrik seisi liang kewanitaannya, dipadu dengan denyut-denyut
nikmat otot di memeknya menimbulkan gejolak dan nafsu yang membakar jiwa
kami berdua.
Aku
memang sengaja ingin menunjukkan segala daya dan kekuatan seksku pada
ibu muda cantik ini. Aku ingin Linda mengakui kejantananku,
kebrutalanku… Ya, aku ingin membuat kesan yang sangat mendalam pada diri
wanita yang jarang dijamah oleh suaminya ini. Setidaknya aku ingin
membuatnya ketagihan bercinta denganku.
Entah
sudah berapa lama aku menggoyang tubuhnya dengan gerakan yang cepat dan
kasar saat tiba-tiba kedua tangan Linda merangkul tubuhku untuk lebih
merapatkan diri lagi. Aku pun melepaskan payudaranya untuk meraih
tubuhnya. Kurasakan betapa halus dan empuk tubuh ibu muda yang agak
gemuk dan seksi ini ketika kudekap. Kelunakan tubuhnya dan kehalusan
kulitnya, ditambah pertemuan dan gesekan antara kulit dadaku dengan
kedua payudaranya, membawa sensasi tersendiri yang luar biasa rasanya
bagi diriku.
Irama
gerakan pinggulku dan pinggulnya tetap stabil. Tetap cepat dan kencang.
Tapi tiba-tiba Linda mendesah dengan suara yang agak berbeda dari
sebelumnya, dengan kedua bola matanya memejam rapat-rapat.
”Aahhk…
Aahhhh…” Ia mempererat dekapannya dan mengangkat pinggulnya agar
selangkangannya lebih rapat dengan selangkanganku. Setelah itu kedua
kakinya mencoba mengkait kedua kakiku.
Nampak
Linda menggigit bibir bawahnya untuk menahan desahan dan rintihannya
yang semakin menggila. Tapi tetap dia tidak mampu menyembunyikan
perasaan nikmat tiada tara yang sedang melingkupi tubuh mulusnya. Dengan
gerakan yang semakin cepat dan cepat, naik turun dan berputar-putar
dengan sangat erotis sekali, kepala Linda oleng kesana kemari mengikuti
geliatan tubuhku dan mengimbangi gerakan maju mundur penisku yang
semakin cepat di liang memeknya. Gerakan bibir dan raut mukanya
menunjukkan bahwa dia baru saja orgasme.
Linda
membuka matanya untuk mengucapkan terima kasih padaku. Ia mendekatkan
wajahnya dengan bibir terbuka lebar, memperlihatkan isyarat untuk minta
aku cium. Aku pun segera memagut dan melumatnya dengan mesra.
”Makasih
ya, Mal.” bisiknya dengan nafas masih memburu. Hanya itu yang sanggup
dia katakan kepadaku karena aku masih terus menggenjot tubuh montoknya,
berusaha mencari kenikmatan yang seperti baru dia rasakan. Terasa
getaran memek Linda di batang penisku, sangat kuat. Berdenyut-denyut
seolah hendak memijit dan memaksa spermaku untuk segera mengguyur,
menyiram memeknya yang sudah luar biasa becek.
”Arghhhh..”
menggeram, makin kupercepat kocokan kontolku di dalam liang vaginanya,
makin kencang pula Linda memelukku. Nafasnya tertahan, seolah tidak
ingin kehilangan momen-momen saat aku menggapai puncak kenikmatan.
Karena denyutan memek Linda yang membuatku nikmat, ditambah rasa hangat karena guyuran lendir birahinya, aku pun tak tahan. Ditambah ekspresi wajahnya yang memandang wajahku dengan mata sayu namun tersirat kepuasan yang amat sangat.
“Ayo, Mal. Keluarin pejuh kamu. Keluarin semua di memekku.” Linda memohon.
“Kamu nggak apa-apa aku tumpahin pejuh di rahim kamu?” tanyaku sambil terengah-engah.
“Tidak apa-apa, aku KB kok.” sahutnya enteng.
Mengangguk
gembira, aku pun melepaskannya. ”LIN… LINDAAAA… ARGGGGGGHHHHH…!!!” aku
merasakan pejuhku mendesak dan.. Crroooot…! Crrooooot...!
Crroooooot...! Tak kurang dari tujuh kali semprotan spermaku menyiram
rahim sempit wanita cantik itu, sampai-sampai Linda tersentak. Ia segera
mengencangkan otot memeknya untuk menerima pejuhku.
“Ohhh… Mal, enak sekali! Aghhhhhsss... Hangat sekali pejuh kamu.” ucapnya lirih.
Saat getarannya sudah hilang, segera kucabut penisku. Plook…
Linda agak berjengit, dan dia tersenyum. Senyum penuh kepuasan.
Kupandangi memeknya yang tampak membengkak dan merah basah dengan lubang
menganga penuh lendir. Segera saja jemari Linda meraih dan mengorek
bibir vaginanya, menjaga agar pejuhku tidak sampai tumpah ke ranjang.
Akibatnya, telapak tangannya jadi belepotan, penuh dengan pejuhku yang
telah bercampur lendir birahinya. Dengan pejuh di telapak tangan
kanannya, Linda menggunakan jari tangan kirinya untuk membersihkan
kemaluannya dari sisa-sisa spermaku.
”Mmpmm..” dijilatnya telapak tangan kanannya yang penuh dengan sperma.
”Eh, apa yang kamu lakukan?” aku heran melihat kelakuannya. Tadinya aku menebak dia bakalan jijik.
”Sperma bagus buat obat awet muda.” sahutnya tenang, nampak puas menikmati pejuh ditangannya.
“Astaga... kamu tuh ya, diam-diam ternyata…” aku terkejut.
“Kenapa, kaget ya?” dia tertawa.
“Muka alim, tapi kalo urusan birahi liar juga ya.” aku ikut tertawa.
“Aku juga nggak tahu, Mal. Entahlah.. kok bisa aku jadi seperti ini. Begitu lihat kamu di dapur tadi, aku langsung jadi panas.”
Hmm,
aku mengerti sekarang. Ini pasti karena ilmu peletku. Istriku aja yang
alim juga jadi liar kok. Kalau begitu, apakah semua yang kena akan jadi
liar? Aku jadi tak sabar untuk membuktikannya. Terutama dengan Mitha. Awas gadis cantik, sebentar lagi aku datang!
Membayangkannya membuat penisku perlahan terbangun dan bangkit lagi. Linda yang melihatnya menjerit gembira.
”Bangun lagi, Mal. Ayo kita lakukan lagi.” dia sudah benar-benar berubah menjadi wanita haus seks sekarang.
Aku
pun mengangguk mengiyakan. Siapa juga yang mau menolak ajakan
bersetubuh wanita secantik dan semolek Linda. Sore itu kami melakukannya
sampai tiga kali. Sebenarnya Linda masih minta tambah, tapi aku sudah
tidak kuat lagi. Nafsu wanita yang lama tidak dijamah laki-laki memang
luar biasa. Lagian, aku juga harus menghemat tenaga. Masih banyak
wanita-wanita tetanggaku yang menunggu giliran untuk kutiduri.
0 komentar:
Posting Komentar